Kenangan Masa Kecil

Masa kecil adalah masa emas (golden age) seorang anak yang diperoleh dari lingkungan dan alam sekitar. Aku belajar menikmati hidup dalam keterbatasan serta jauh dari kesan bermewah-mewah. Biar kuceritakan kisah para dewasa kini yang tak pernah ingin kehilangan ingatan masa bocahnya yang lugu dengan penuh imajinasi tentang indahnya rasa bertetangga.

Rumahku: bilah bilah rongga batang bambu muda dan tua menjulur menjuntai hingga ke langit biru.
Ruang di dalam rimbunan bambu menjadi hunian sementara yang menyaji kenyaman dalam ilusi tingkat tinggi. Pada guratan buku-buku bambu dengan ranting atau kelopak batang yang menyembul ke arah luar tak beraturan aku menggantung horden dan pintu dari sehelai sarung bekas, Bapakku. Lantainya bambu dengan pangkal daun tumpul tanpa penataan yang artistik. Sesekali mengintip keadaaan di luar dengan penuh asa, sinar mata, penantian, menanti kunjungan para tetamu. Darimu mungkin aku tak belajar cara menjamu rindu, tapi aku belajar cara menghargai kehadiran yang sebentar dan mengikhlaskan kepergian dengan cara yang nyaman yaitu senyuman.

Rumah tetanggaku: gua salak yang kuingat itu adalah salah satu pencetus rumah anti maling. Untuk berkunjung, aku tak pernah berani dengan cara menggedor atau menerobos dari depan pintu karena hanya ular yang mampu meninggalkan jajak kulitnya di celah-celah duri yang tajamnya mampu menembus kulit. Di dalam rumah, mereka menggelar alas dari tumpukan daun salak yang masih melekat pada batang dan tak lupa menyiangi duri dari batangnya.

     Pagi hari kami selalu sibuk memasak, dari bahan masakan ala kadarnya yaitu pelepah batang dan pelepah batang daun pisang, daun dan batang kecil dari pohon pepaya, daun mengkudu yang diiris tipis, serta bumbu sebagai alternatif campuran bahan tersebut ada tanah liat dan pasir dengan diberi sedikit air. Bungkus dari hasil masakan itu bisa saja daun sebagai alat pembungkus tradisional atau juga bisa genteng yang diumpakan sebagai piring. Tidak jelas apa masakannya, namun rasa yang muncul dalam diri kami tentu saja kepedulian dan keinginan saling berbagi walau dalam hal kecil seperti masak masakan anak kecil yang tak memiliki sajian kenikmatan rasa. Setiap ingin mengantarkan masakan yang telah dibuat denga penuh cinta kami biasa saling menelpon untuk menanyakan kabar atau sekadar bertanya tentang keberadaan masing-masing di rumah. Dua budaya yang disatukan dalam cinta dan rasa bertetangga ditengah keajaiban telepon dan handphone yang sudah mulai menjelajah dunia, kaki kami tetap ingin saling menjelajahi rasa silaturahmi itu dari dekat, untuk bisa bertemu dengan saling bertamu.

Komentar

Postingan Populer