Artikel

Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari


Sumber: parenting.com.tw

   Istilah guru kencing berdiri, murid kencing berlari tampaknya harus menjadi pertimbangan kembali bagi para guru saat ini. Istilah tersebut mempunyai makna yang bisa ditanamkan pada setiap pribadi  guru sebagai pendidik sekaligus pengajar. Arti dari istilah tersebut yakni murid biasanya bulat-bulat mencontoh gurunya, maka guru sebaiknya jangan memberikan contoh yang buruk.
    Guru sebagai pendidik sekaligus pengajar harusnya dapat menjadi panutan serta teladan bagi muridnya. Apabila guru salah dalam mengambil tindakan, maka bisa jadi murid akan mengingat tindakan salah guru tersebut di dalam alam bawah sadar mereka dan bisa menirunya suatu saat. Upaya mendidik dengan penuh kasih sayang, toleransi, dan komunikasi bisa dilakukan guru. Selain itu guru juga bisa mendidik menunjukkan praktik langsung di depan siswanya, sehingga siswa secara tidak langsung dapat menirunya. Faktanya fenomena-fenomena terkini yang terjadi dalam dunia pendidikan menunjukkan kebenaran dari istilah tersebut. Di tahun 2017 data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat angka kasus kekerasan di sekolah mencapai 34% dari total laporan kasus yang diterima sejak pertengahan Juli hingga awal November. Yang menjadi pertanyaan dalam hal ini, apakah kekerasan fisik dibolehkan atas nama pendidikan? Sedangkan arti mendidik adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan berpikir. Ada pun cara-cara yang baik, yang menunjukkan akhlak yang baik bukan dengan cara memukul.
    Guru harus mengetahui batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam mendidik dan mengajar. Karena guru memiliki beberapa kewajiban yang diatur Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat (1) yang menyebutkan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selain tugas utama guru yang telah disebutkan, guru memiliki kode etik dalam mengajar sehingga menjadi guru disebut sebagai profesi.




Sumber: www.riauredaksi.com


   Berbanding terbalik dengan tugas dan profesi guru, tindak kekerasan malah dilakukan guru dengan memukul siswanya, yang pernah terjadi dan sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu. Seorang guru menampar muridnya di depan kelas, dan aksinya itu disaksikan siswa lain di kelas yang sama tempatnya mengajar. Aksi pemukulan tersebut juga sempat direkam oleh siswa lain yang berada di tempat yang sama. Lucunya, aksi tersebut direkam dan disebarkan dalam whatsApp untuk membuat peringatan pada siswa lain jika melakukan hal atau kenakalan yang sama dengan 8 siswa tersebut. Kejadian tersebut bermula ketika seorang guru Sekolah Menengah Atas (SMA) Kesatrian Purwokerto mendapati 8 muridnya terlambat masuk kelas saat jam pelajarannya sudah dimulai. Dengan maksud memberi teguran dan membuat efek jera dengan hukuman fisik, sang guru menampar  muridnya dengan sangat keras hingga murid tersebut terpental dan terhuyung-huyung setelah tamparan itu mendarat di pipi mereka satu per satu. Meski guru memiliki batas kesabaran namun bukan alasan bagi guru untuk melayangkan tamparan pada siswa yang membuat masalah atau kenakalan seperti terlambat masuk kelas. Ada cara lain selain mengandalkan kontak fisik yang bisa dilakukan oleh guru seperti memanggil dan memberitahukan orang tua atau menyerahkan siswa tersebut pada pihak yang berwenang menangani permasalahan siswa yaitu BK (Bimbingan Konseling) jika masalah itu pun tidak terselesaikan maka akan ditempuh cara yang lebih formal dengan tingkat ketegasan dan kebijakan yang lebih tinggi. Dalam permasalahan kenakalan siswa ini, faktor yang paling penting adalah komunikasi yang baik tidak dengan memukul atau mengandalkan kontak fisik yang lain.
   Saling adu kekerasan dan pemukulan yang terjadi di beberapa sekolah di Indonesia sempat menjadi salah suatu tranding topic di beberapa pemberitaan baik di koran, televisi, internet dan lain sebagainya. Tidak mengherankan jika ada beberapa  murid yang melakukan kekerasan atau pemukulan terhadap gurunya di kelas. Karena pada dasarnya, penyebaran informasi di bidang pendidikan saat.ini, sudah dapat diekspos media massa dengan akses yang mudah. Sehingga khalayak (publik) dapat mengetahui fenomena terkini baik itu tentang tenaga pendidik atau guru maupun siswa atau peserta didik. Menanggapi fenomena tersebut yang terkesan mendapat aksi balasan baik dari pihak guru maupun peserta didik, lantas apa sebenarnya tujuan utama program pendidikan?
   Tujuan utama ditempuhnya pendidikan formal yaitu untuk mencapai pertumbuhan kedewasaan jasmani dan rohani. Pertumbuhan jasmani yang dimaksud adalah apabila batas pertumbuhan fisik seorang anak sudah maksimal. Sementara pertumbuhan rohani adalah saat seorang anak matang secara emosional, psikis, dan kognitif serta mampu menolong dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas perbuatannya.



Sumber referensi:
www.bbc.com/indonesia/trensosial-43834007






Kecil Ukurannya, Besar Khasiatnya


Sumber: www.obattradisionalkankerkelenjargetahbening.stockistherbal.com

   Tanpa kita sadari sering kali kita mengabaikan hal-hal di sekitar kita yang memberi manfaat bagi kesehatan. Buah ceplukan atau ciplukan yang kita anggap gulma dan tanaman yang tumbuh liar dan bebas di beberapa tempat ini memiliki segudang manfaat yang baik untuk tubuh. Buah yang bernama Latin Physalis angulata L ini dikenal hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan nama berbeda. Buah ini juga dikenal dengan nama cecendet di Jawa Barat, keceplokan di Bali, leletokan di Minahasa, cecenet di Sunda, seletup di Palembang, dan nyior-nyioran di Madura. Nama buah ceplukan sendiri diambil dari bahasa Jawa. Sebenarnya buah Physalis ini merupakan buah asing yang berhabitat asli di Amerika. Buah ceplukan kini sudah tersebar luas di daerah tropis termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri khususnya di Jawa, buah ceplukan sering tumbuh liar di beberapa tempat seperti di kebun, tegalan, tepi jalan, kebun, semak, hutan ringan, tepi hutan dan juga sawah yang memiliki sinar matahari yang cukup.
   Ceplukan tergolong dalam klasifikasi kerajaan Plantae, dari suku Solanaceae. Physalis atau ceplukan adalah tumbuhan herbal anual (tahunan) dengan tinggi 0,1-1 m. Saat ini persepsi masyarakat sudah mulai berubah dan menganggap pohon ceplukan sebagai tanaman obat. Hal ini dikarenakan khasiat buah dan bagian lain dari tanaman ceplukan mulai dirasakan oleh beberapa masyarakat. Hal ini diperkuat dengan beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengetahui kandungan dari buah yang bernama Latin Physalis ini. Berdasarkan hasil penelitian, senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam ceplukan antara lain saponin, flavonoid, polifenol dan fisalin. Komposisi detail pada beberapa bagian dari tanaman ini antara lain: (1) pada bagian herba mengandung fisalin B fisalin d, fisalin F, Withangulatin A; (2) pada bagian biji mengandung 12-25% protein, 15-40% minyak lemak dengan komponen utama asam palmitat dan asam stearat; (3) pada bagian akar mengandung alkaloid; (4) pada bagian daun mengandung glikosida flavonoid (luteolin); dan (5) pada bagian tunas mengandung flavonoid dan saponin. Mengonsumsi buah ceplukan bermanfaat untuk berbagai penyakit di antaranya, sakit flu atau influenza, sakit paru-paru, hipertensi, borok atau luka, radang pada kulit, gusi berdarah, penyakit ayan, dan diabetes. Adapun manfaat mengonsumsi daun ceplukan bermanfaat untuk mengobati penyakit patah tulang, busung air, borok, penguat jantung, keseleo, nyeri perut dan kencing nanah. Lain halnya dengan mengonsumsi batang dari tanaman ceplukan bermanfaat sebagai obat cacing dan penurun demam.
   Rasa buah Physalis yang manis bila sudah matang sempurna dengan bulir-bulir biji kecil yang dominan di dalamnya, membuat orang-orang tidak sungkan untuk mengonsumsi buah ini. Kematangan buah ini biasanya ditandai dengan lapisan luar yang membungkus buahnya menguning atau mengering. Bukan hanya mengonsumsinya bahkan ada sebagian orang dari masyarakat yang menjual dan menanam tanaman ceplukan dengan sengaja di halaman atau pekarangan rumahnya. Di toko-toko buah Physalis sudah banyak dijual dengan harga yang tidak main-main yaitu berkisar 250-500 ribu per kilogram.



Sumber referensi:
ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=193
https://www.idntimes.com/hype/fun-fact/rahardian-shandy/khasiat-penting-buah-ciplukan-c1c2/full







Belajar Bukan Hanya Duduk di Kelas



   Belajar adalah salah satu aktivitas yang dilakukan manusia hampir setiap hari. Sebagian besar waktu seseorang dihabiskan untuk belajar. Waktu yang biasa dihabiskan seseorang untuk belajar berkisar 12-15 jam sehari, hal itu dikuatkan dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah yaitu full day school di beberapa sekolah di Indonesia. Mendikbud Muhadjir Effendy telah menetapkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang mengatur sekolah 8 jam sehari selama lima hari alias full day school pada 12 Juni 2017. Peraturan tersebut diperjelas dengan bunyi Pasal 2 Ayat 1-4 tentang Hari Sekolah. Sehingga semakin banyak waktu yang dihabiskan siswa di sekolah. Pendidikan formal di Indonesia pada umumnya terbagi menjadi beberapa jenjang, dimulai dari jenjang terendah yaitu Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan jenjang yang tertinggi yaitu Perguruan Tinggi. Pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan oleh guru dan muridnya. Penerapan pembelajaran dalam suatu ruang kelas sebenarnya tidak efektif karena ruang gerak dan aktivitas siswa terbatasi. Jika pada beberapa jenjang sekolah TK, SD, SMP, SMA aktivitas belajar mengajar biasanya dilakukan di dalam satu ruang kelas sebagai sarana belajar, lain halnya dengan belajar di jenjang tertinggi yaitu Perguruan Tinggi yang lebih memerlukan praktik daripada materi pelajaran.
    Di kampus STKIP PGRI Bangkalan misalnya yang beberapa program studinya tidak hanya menekankan pada pemberian materi pelajaran tetapi juga mahasiswa dituntut untuk mendapatkan hasil (outcome) yang dapat memberi impact pada mahasiswa setelah proses pembelajaran berakhir. Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya pada mata kuliah jurnalistik mengupayakan mahasiswa untuk terjun langsung melihat kenyataan yang ada di lapangan untuk mempelajari materi perkuliahan. Alasannya sungguh mendasar yaitu supaya mahasiswa “mendapat sesuatu" dari proses belajar yang dilakukan selama berkuliah. Sejalan dengan misi dari Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia sendiri pada poin pertama yang berbunyi “Melaksanakan pendidikan bahasa Indonesia dengan menitikberatkan pada kemampuan mengajar, menulis ilmiah, karya sastra, jurnalistik, dan komunikasi publik”. Jurnalistik adalah mata kuliah yang memusatkan konsentrasi pembelajaran pada materi penulisan berita (news) sehingga beberapa mahasiswa khususnya semester 6 dibagi menjadi tiga kelompok penulisan berita melalui media cetak, radio dan televisi. Dari pembagian tersebut diharapkan mahasiswa/mahasiswi menghasilkan karya jurnalistik sesuai dengan tugas masing-masing kelompok media berita. Oleh karenanya, pengalaman dan pengamatan langsung lebih dibutuhkan daripada hanya menerima materi dari dosen di kelas. Beberapa kelompok dari tiga kelas semester 6A, 6B, dan 6C sudah mulai melakukan kunjungan sejak awal bulan Mei. Salah satu kelompok dari kelas 6B yaitu kelompok media cetak yang beranggotakan sepuluh mahasiswa mengunjungi kantor pusat Jawa Pos  Radar Madura (JPRM) pada tanggal 22 Mei 2018 pukul 14.00. Tujuan dari kunjungan tersebut tidak lain yaitu mengetahui bagaimana tahapan atau proses penerbitan sebuah berita. Untuk mengetahui langsung bagaimana tahapan dan prosesnya mereka langsung digiring ke salah satu ruang kerja yang biasa disebut dapur redaksi. Acara kunjungan tersebut dibuka dengan perkenalan dan tugas masing-masing anggota kelompok dalam mempelajari proses penerbitan berita. Pembukaan tersebut dipimpin oleh Lukman Hakim A G selaku pemimpin redaksi (Pemred).
    Di dapur redaksi para anggota kelompok media cetak diajari banyak hal, dipandu oleh pemimpin redaksi (Pemred) mereka belajar bersama beberapa tim dari koordinator liputan (Korlip), wartawan, fotografer, redaktur, copy writer, copy editor, dan layouter Jawa Pos Radar Madura. Antusiasme para anggota sangat terlihat selama proses belajar tersebut berlangsung. Mereka menyimak dengan sungguh-sungguh, bahkan ada pula yang mencoba dan bertanya dengan penuh rasa ingin tahu. Setelah puas belajar di dapur redaksi mereka pun menutup kunjungan hari itu dengan berfoto bersama di halaman depan kantor pusat Jawa Pos Radar Madura.





Menulis Bagi Dosen Berkarya dengan Hati



Foto bersama dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia bapak Sakrim, M.Pd dan Ketua STKIP PGRI Bangkalan Dr. H. Sunardjo, SH., M.Hum.



Foto bersama dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia bapak Sakrim, M.Pd dan Ketua Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia ibu Ana Yuliati, M.Pd.


   STKIP PGRI Bangkalan selalu berusaha menggagas acara yang dapat memotivasi dan menginspirasi mahasiswa. Rabu 30 Mei 2018 pukul 14. 30 bertempat di area parkir kampus, salah satu dari Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) yaitu Himaba (Himpunan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia) mengadakan acara “Himaba Belajar” dengan melibatkan salah satu dosen aktif yang sudah menghasilkan dua karya buku yaitu bapak Sakrim, M.Pd. Acara tersebut dihadiri Ketua STKIP PGRI Bangkalan, Ketua Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan beberapa perwakilan mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Selain aktivitas rutin yang dilakukan dosen sebagai pendidik profesional yaitu mengajar mahasiswa, layaknya sebagai seorang akademisi, ia juga dituntut untuk selalu mengembangkan kreativitasnya dalam berkarya seperti menghasilkan penelitian (research), menulis buku, mengabdi pada masyarakat dan sebagainya. Hal itu merupakan salah satu bentuk dedikasinya terhadap profesi yang sedang dijalani. Menulis adalah gerakan dari hati bukan hanya didasari faktor ideologi, bakat, dan intelektual tetapi juga motivasi baik itu dari dalam diri sendiri (motivasi internal) maupun motivasi dari luar atau lingkungan sosial (motivasi eksternal).
   Pengalaman menulisnya sudah dimulai sejak SMP dan pada saat itu ia belum tahu betapa pentingnya mengumpulkan karya-karya berupa tulisan atau catatan pribadi tentang beberapa kisah penting dalam hidupnya. Awalnya hanya berniat untuk memiliki banyak referensi, taman baca, atau literasi berupa 20 buku tentang materi perkuliahan, Namun seiring berjalan waktu, itulah awal mula dorongan kuat muncul untuk serius dalam menulis buku. Rasa minder juga pernah dirasakan tatkala ia harus mengajar tapi tidak memiliki cukup banyak bahan ajar dan bahan bacaan yang berkaitan dengan pembelajaran mata kuliah yang diberikan. Baginya belajar tanpa buku bacaan adalah belajar yang gagal karena buku adalah kebutuhan mendasar. Menulis baginya adalah aset, yang sangat berharga dan pantas untuk dihargai dengan menjadikannya buku ber-ISBN sehingga manfaatnya bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga orang banyak. Itulah beberapa motivasi internal yang muncul dari pribadi bapak Sakrim, M.Pd.
   Adapun motivasi eksternal yang datang dari luar atau lingkungannya yaitu beberapa rekan kerja sesama dosen STKIP PGRI Bangkalan khususnya program studi bahasa dan sastra Indonesia yang sudah mendukung penuh langkahnya untuk menulis buku. Meski awalnya sama-sama belajar dalam hal menulis, namun akhirnya ia berhasil mencetak rekor dengan menerbitkan dua bukunya sekaligus mengalahkan dosen-dosen yang lain.
    Menulis buku baginya tak perlu waktu yang lama, hanya butuh empat bulan sebelum buku tersebut rampung di tahun 2017. Namun tentunya jauh sebelum itu proses menulis buku tersebut cukup panjang. Bahkan ia sering berkonsultasi dengan beberapa orang yang pernah jadi dosennya di pascasarjana dan mendapat saran untuk menjadikan karya-karya tulisannya menjadi buku yang fokus pada keterampilan menulis. Saran tersebut diterima dengan baik olehnya.
   Dua buku yang diluncurkan pada hari itu antara lain, buku Keterampilan Menulis dan Praktik Menulis Artikel Ilmiah dan Non Ilmiah. Keduanya sama-sama berangkat dari sebuah pengalaman hidup yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Bukan hanya berfungsi sebagai sarana untuk mengisahkan pengalaman hidupnya dalam menulis, sisi positif yang juga diperoleh dari kegiatan menulis tersebut adalah memberi pengetahuan kepada pembaca dalam menulis beberapa karangan, dari bagian yang terkecil seperti kalimat, paragraf, esai, jurnal, makalah, proposal, tesis, dan lain sebagainya. Minatnya terhadap mengoleksi buku-buku literasi yang berisi tentang materi kuliah, akhirnya memunculkan dorongan untuk menulis dan menerbitkan buku.






Gerakan Untuk Negeri
FPPM (Forum Penyebar Pendidikan Moral) Via Media Sosial




  Di era media sosial saat ini publik tidak lagi dikejutkan dengan postingan-postingan berbau provokasi yang lambat laun secara tidak sadar menjadi konsumsi warga net. Segala macam persoalan menyangkut berbagai bidang, baik itu politik, sosial budaya, ekonomi, pendidikan, religi/agama dan lain sebagainya mulai menjadi objek menarik tulisan-tulisan ‘liar’ yang mudah diakses masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan. Tulisan-tulisan yang terkesan menjatuhkan moral sering kali diekspos dengan mudah hanya dengan bermodalkan handphone canggih dan jaringan internet. Orang-orang tidak bertanggungjawab dan tidak dikenal yang moralnya perlu dipertanyakan mewarnai media sosial yang harusnya bermanfaat sebagai sarana komunikasi, bahkan seolah membenarkan aksinya dengan terus-menerus melakukan hal sama. Kehidupan sosial yang begitu sempit, itulah makna media sosial yang mendekatkan tetapi juga menjauhkan.
Pada dasarnya manusia dalam kehidupannya tidak bisa hidup dengan seenaknya sendiri karena dalam kehidupan masyarakat terdapat berbagai aturan, di mana aturan-aturan tersebut sesuai dengan norma-norma dan nilai yang sesuai dengan kaidah yang berlaku di masyarakat. Sehingga manusia atau individu yang memiliki moral yang baik dapat bertindak dan berperilaku yang sesuai serta patuh terhadap norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Kita tentunya berharap bahwa individu yang mempunyai moral baik dapat berpengaruh positif dengan cara mentransfer nilai moral yang baik pula kepada masyarakat keseluruhan. Moral sinonim dari kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral juga berarti ajaran tentang hal baik dan buruk, benar dan salah yang dapat dan tidak dapat dilakukan menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Upaya penanaman moral sudah barang tentu bukan hanya menjadi kewenangan pemerintah sepenuhnya. Bahkan dunia pendidikan formal pun tidak mampu menyokong penanaman nilai moral, karena umumnya moral yang diajarkan masih berupa teori mentah yang tidak mempertimbangkan praktiknya di kehidupan masyarakat. 
   Adanya kesenjangan pandangan hidup antara mereka yang menjunjung tinggi dan melecehkan pesan moral kerap terjadi dalam kehidupan sosial sehari-hari. Kehidupan masyarakat semakin tergerus arus modernisasi, serta kemajuan teknologi membuat kehidupan sosial kita jauh dari interaksi langsung di mana fisik tak harus saling bertemu namun informasi saling berbenturan dari masyarakat kita, baik itu yang bermoral (manusia yang memiliki nilai positif) maupun yang amoral (manusia yang tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya). Menurut George Ritzer (dalam bukunya Teori Sosiologi dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern), akibat modernitas hubungan ruang dan waktu menjadi terputus, hingga perlahan-lahan terpisah dari tempat. Kesimpulannya kita sebagai masyarakat tidak mampu mengontrol dampak perkembangan arus modernisasi dengan cara menekan penikmatnya satu persatu, namun yang bisa kita lakukan adalah menyebarkan pesan moral yang secara tak langsung (via media sosial) mendidik afektif penggunanya. Sasarannya tentu saja para pembaca (warga net) termasuk juga provokator.
   Sayangnya belum memiliki jaringan kerja sama yang erat antara pendidikan formal, lembaga pemerintah, non pemerintah dan seluruh masyarakat merupakan masalah pendidikan moral. Oleh karenanya perbaikan atau penanaman moral harusnya dilakukan tanpa berpangku tangan terhadap lembaga pemerintah. Adanya FPPM (Forum Penyebar Pendidikan Moral) adalah salah satu upaya memerangi maraknya tulisan liar berbau provokasi dan postingan yang menjatuhkan moral. Aktivitas utama forum ini adalah menghasilkan tulisan, berita yang bisa memuat pendidikan moral di dalamnya. Adapun beberapa tahapan sebelum tulisan atau berita tersebut sampai di tangan pembaca (warga net) yaitu antara lain: (1) Kreasi ide, (2) Seleksi layak publish, (3) penyuntingan (editing) dan, (4) publikasi media sosial. Melalui forum ini diharapkan nilai moral dapat ditangkap melalui bacaan karena kegiatan baca kini semakin mengalami peralihan, masyarakat lebih senang membaca konten media sosial daripada buku-buku yang memuat nilai moral.



Sebagian dari artikel-artikel di atas tercantum dalam:




(Sebagai tugas akhir mata kuliah Jurnalistik)











Komentar

Postingan Populer