ANALISIS TINGKAT KEBERHASILAN TRANSMISI WAWASAN BUDAYA LOKAL PADA ANAK SD DENGAN MENGGUNAKAN BUKU CERITA UNTUK ANAK PETUALANGAN SI PENUNGGANG SAPI KARAPAN KARYA ANWAR SADAT
SEBAGAI BAHAN AJAR
PROPOSAL
RAUDATUS SYARIFA
1534411066
STKIP PGRI BANGKALAN
PRODI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kesulitan serta tantangan terbesar dalam mempertahankan eksistensi budaya Indonesia adalah era globalisasi yang penyebarannya hampir merata di negara Indonesia. Budaya seperti halnya jati diri yang tidak boleh luntur atau hilang seiring perkembangan zaman. Budaya adalah salah satu aset yang harus dipertahankan di negara Indonesia. Negara Indonesia adalah negara yang multikultural dan hampir setiap daerah memiliki budaya yang khas, meski tidak ada jaminan apakah budaya itu masih kental atau sudah luntur saat ini. Dampak dari budaya global berimplikasi pada fenomena yang terjadi yaitu budaya lokal yang semakin terkikis dan budaya asing yang semakin mewabah hingga ke semua kalangan termasuk anak-anak. Tidak heran jika semakin marak adanya klaim kebudayaan Indonesia.
Budaya setiap daerah merupakan bagian dari integrasi budaya Indonesia yang mencerminkan tradisi atau kebiasaan dari masyarakat sebagai penghuni daerahnya dari masa ke masa. Budaya lokal adalah kearifan lokal yang tercipta dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Dengan harapan budaya atau tradisi lokal dapat diteruskan lintas generasi kepada penerus dari daerah masing-masing. Tradisi lokal dapat dikenalkan untuk diwariskan kepada generasi penerus sejak dini sehingga apa yang menjadi tradisi tetap dilakukan. Mewariskan tradisi lokal seperti misi yang harus dibebankan pada setiap masyarakat penganutnya dengan jalan apa pun termasuk melalui sastra. Sastra di Indonesia adalah sastra yang membahas segala hal tentang kekayaan alam dan budaya serta menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Sedangkan sastra daerah adalah sastra yang mencerminkan potret pengalaman serta budaya daerah yang berbeda-beda.
Sastra adalah karya yang mendayagunakan bahasa sebagai produk kebudayaan, itu sebabnya sastra tidak terlepas dari masyarakat yang melahirkannya. Sastra seperti halnya jiwa yang mengalir pada sebuah kata-kata, bukan hanya tentang cipta, rasa dan karsa semata tapi sebuah proses berpikir panjang sehingga lahir sebagai karya estetik yang dapat dinikmati pembaca. Akan bagaimana, seperti apa, dan untuk siapa karya sastra tersebut dibuat sangat dipengaruhi jiwa penulisnya. Karya sastra yang baik, adalah karya sastra yang memiliki latar belakang, tujuan dan manfaat secara rasional meskipun dengan bahasa dan kata-kata yang sulit dipahami oleh nalar sekalipun seperti misalnya dalam puisi. Kategori genre sastra berdasarkan usia dibedakan menjadi dua yaitu sastra anak dan sastra dewasa. Sastra anak adalah sastra yang secara emosional dan psikologis dapat ditanggapi dan dipahami oleh anak yang berangkat dari fakta konkret yang dapat diimajinasikan (Nurgiyantoro, 2005: 6).
Sastra anak dapat berfungsi sebagai dokumentasi kebudayaan yang ditulis dan disahkan pengarang berdasarkan kenyataan yang muncul di daerahnya masing-masing. Lewat sastra anak, penyebaran budaya itu mungkin, karena sasaran utama sebuah tulisan atau cerita adalah pembaca secara umum dari berbagai kalangan termasuk juga anak-anak. Sastra yang dibaca dan dipahami akan menambah pengetahuan serta wawasan yang memfokuskan pokok atau inti cerita.
Sastra anak adalah sastra yang sengaja ditulis dengan fokus utama pembacanya yaitu anak-anak dengan rentang usia 0-11/12 tahun. Sastra anak dulunya merupakan tradisi lisan yang diwariskan secara tradisional dan turun-temurun seperti dongeng, cerita rakyat, legenda. Berbagai gambaran kehidupan menjadi objek atau tema yang diangkat dalam karya sastra anak termasuk kebudayaan daerah. Sastra anak menjadi sarana pengenalan kebudayaan yang baik. Bukan hanya berawal dari mitos atau kisah fiktif sastra anak bisa saja mengangkat tema faktual dengan menampilkan dan mengisahkan budaya daerah yang berbeda-beda. Di tengah maraknya kemunculan budaya asing, untuk mengimbanginya, maka proses penanaman nilai-nilai tradisi dan budaya lokal bisa dilakukan dengan mengelaborasi melalui karya atau pembelajaran sastra. Seperti misalnya dalam karya sastra buku cerita untuk anak Petualangan Si Penunggang Sapi Karapan yang begitu menampilkan corak budaya atau tradisi lokal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari beberapa paparan latar belakang di atas, rumusan masalah yang ingin dianalisis adalah:
1. Bagaimana wawasan budaya lokal dalam buku cerita untuk anak Petualangan Si Penunggang Sapi Karapan?
2. Bagaimana tingkat wawasan anak SD tentang budaya lokal sebelum membaca buku cerita untuk anak Petualangan Si Penunggang Sapi Karapan?
3. Bagaimana tingkat perkembangan wawasan anak SD tentang budaya lokal setelah membaca buku cerita untuk anak Petualangan Si Penunggang Sapi Karapan?
4. Bagaimana tingkat keberhasilan transmisi budaya lokal pada anak SD dalam buku cerita untuk anak Petualangan Si Penunggang Sapi Karapan?
1.3 Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan di bawah ini.
1. Mendeskripsikan wawasan tradisi lokal dalam buku cerita untuk anak Petualangan Si Penunggang Sapi Karapan
2. Mengetahui sejauh mana tingkat wawasan anak SD tentang tradisi lokal sebelum membaca buku cerita untuk anak Petualangan Si Penunggang Sapi Karapan
3. Mengetahui tingkat perkembangan wawasan anak SD tentang tradisi lokal setelah membaca buku cerita untuk anak Petualangan Si Penunggang Sapi Karapan
4. Mengetahui tingkat keberhasilan transmisi tradisi lokal pada anak SD dalam buku cerita untuk anak Petualangan Si Penunggang Sapi Karapan
1.4 Manfaat
Dari penelitian yang dilakukan, manfaat yang akan diperoleh penulis baik secara teoretis maupun praktis adalah sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoretis
1. Bagi Guru
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu guru (pendidik) anak Sekolah Dasar (SD) dalam menyiapkan materi pembelajaran sastra dalam mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup unsur ekstrinsik cerita yaitu nilai budaya (kultural).
2. Bagi Penelitian Sastra
Hasil penelitian ini dapat menjadi penyempurna kajian kesusastraan resepsi sastra.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Menjadi pertimbangan bagi guru dalam memilih sumber bacaan yang baik dan sesuai dengan tingkat wawasan siswa pada materi yang diajarkan khususnya pembelajaran sastra.
2. Sebagai sarana bagi siswa untuk memahami lebih detail nilai-nilai budaya atau tradisi dalam buku cerita.
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan peneliti lain sebagai referensi atau acuan untuk membuat penelitian terkini yang relevan.
1.5 Definisi Operasional
1. Tingkat keberhasilan adalah suatu capaian yang diperoleh dari unjuk kerja atau uji coba dan dinyatakan dalam bentuk tingkatan atau angka-angka yang menunjukkan adanya hasil.
2. Transmisi adalah proses atau upaya pengiriman pesan budaya atau tradisi melalui beberapa cara dari seseorang kepada orang (benda) lainnya.
3. Wawasan adalah hal yang lebih luas dari sekedar tahu yaitu berupa cara pandang yang dihasilkan dari proses tinjauan.
4. Budaya lokal adalah adat atau kebiasaan yang khas dan merupakan warisan dari nenek moyang yang diteruskan atau dijalankan hingga kini di beberapa daerah atau wilayah setempat.
5. Anak SD adalah anak yang berstatus sebagai siswa dan sedang menempuh sekolah atau pendidikan tingkat dasar, dengan usia berkisar 6/7-13 tahun.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya yang Relevan
Penelitian sebelumnya yang dianggap relevan adalah “Mendekatkan Siswa dengan Kearifan Budaya Lokal Melalui IPS di Sekolah Dasar" oleh Sekar Purbarini Kawuryan. Penelitian ini sama-sama berakar dari permasalahan dan usaha mempertahankan budaya lokal melalui jalan pembelajaran dengan objek sasaran yang sama yaitu siswa Sekolah Dasar. Konsep yang sama dilakukan yaitu dengan pelestarian budaya lokal dengan cara yang sama yaitu mendekatkan siswa dengan budaya lokal melalui program pendidikan sosial yang memang mendekatkan siswa dengan kehidupan masyarakat sebagai wahana sosial dan tempat berkembangnya budaya lokal. Namun tidak ada kekhususan pendekatan tersebut dilakukan melalui literasi. Letak perbedaannya lainnya adalah penelitian ini yang lebih ditekankan adalah perihal intelegensi dan sikap sosial bukan semata-mata pengetahuan tentang budaya lokal. Pemanfaatan budaya lokal dalam proses pembelajaran dalam pembelajaran di sekolah adalah bentuk penelitian terapan, dan tidaklah sama dengan penelitian yang hanya dilakukan untuk pengujian tingkat pengetahuan dan pemahaman yang butuh tindakan lanjut.
2.2 Penanaman Wawasan Multikultural
Berhadapan dengan bacaan sastra, anak dapat bertemu dengan wawasan budaya dari berbagai kelompok sosial dari berbagai wilayah atau belahan dunia. Lewat sastra pula perilaku dan gaya hidup dapat mencerminkan budaya suatu masyarakat yang berbeda dengan masyarakat lain. Sastra tradisional atau folklore mengandung berbagai aspek kebudayaan masyarakat pendukungnya dengan membaca cerita tradisional dari berbagai daerah akan diperoleh pengetahuan dan wawasan tentang kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Jadi, dengan membaca cerita tradisional itu tidak saja akan diperoleh kenikmatan membaca cerita tetapi juga pengetahuan dan pemahaman budaya tradisional masyarakat lain Norton & Norton (dalam
Lain halnya dengan pendapat di atas, Purwadi (2009: 3) mengungkapkan bahwa hakikat folklor merupakan identitas lokal yang terdapat dalam kehidupan masyarakat tradisional. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk tulisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danadjaja, 1997: 2) Meski seseorang hidup dalam ruang lingkup majemuk, namun ada baiknya mendahulukan pengetahuan dan pemahaman terhadap budaya daerah sendiri terlebih dahulu sebelum memperluas wawasan terhadap budaya-budaya orang lain. Oleh karena itu, budaya lokal harus ditanamkan pada anak sejak dini.
2.3 Budaya Karapan Sapi Madura
Karapan sapi adalah satu istilah Madura untuk menyebut nama suatu perlombaan adu cepat sapi berlari. Asal-usul karapan sapi ada dua versi, versi pertama berasal dari kata kerap atau kirap yang berarti dimulai dan dilepas bersama-sama. Karapan sapi kini dikenal sebagai budaya masyarakat Madura baik di ranah nasional bahkan internasional. Karapan sapi Madura telah menjadi kebudayaan orang Madura sejak jaman dahulu. Kebiasaan memacu binatang peliharaan di arena memang sudah menjadi kegemaran penduduk Madura sejak dahulu kala. Di Madura tidak hanya hewan peliharaan sapi yang diadu cepat, tetapi juga kerbau seperti yang terdapat di Pulau Kangean. Adu cepat kerbau itu disebut “mamajir”. Sapi atau kerbau yang adu cepat itu, dikendarai oleh seorang joki yang disebut tukang tongko'. Tukang tongko' tersebut berdiri di atas “kaleles” yang ditarik oleh sapi atau kerbau pacuan (www.pulaumadura.com/2014/12/asal-usul-budaya-kerapan-sapi-madura.html?m=1).
Karapan sapi merupakan tradisi masyarakat Madura yang dilakukan secara turun-temurun. Kegiatan karapan sapi ini merupakan sebuah pesta rakyat. Karapan sapi adalah sebuah prestise yang akan mengangkat martabat dan kebanggaan di masyarakat. Acara karapan sapi biasanya diselenggarakan setelah acara kontes sapi Sonok berakhir. Karapan sapi diselenggarakan setidaknya dua kali dalam sebulan selama bulan September sampai bulan Oktober. Pada acara tersebut, dua sapi Madura jantan digabung dan dikendalikan oleh seorang joki. Saat acara, biasanya dipertandingkan tiga sampai lima pasang sapi di mana pasangan sapi yang tercepat adalah pemenangnya (Widi dan Hartatik, 2009). Terdapat beberapa macam lomba karapan sapi seperti Tingkat Desa, Tingkat Kecamatan, Tingkat Kabupaten hingga Piala Presiden yang menjadi ajang prestisius bagi para pemilik sapi. Di Bangkalan sendiri biasanya karapan sapi ini dilakukan di Lapangan Sekep atau Stadion R.P Moh. Noer dan di Pamekasan terletak di Stadion R. Soenarto Hadiwidjojo.
2.3.1 Pemeliharaan Sapi Karapan
Berbeda dari sapi-sapi pada umumnya, sapi karapan adalah sapi berjenis kelamin jantan khas Madura yang dipelihara khusus untuk mengikuti lomba karapan sapi. Sapi-sapi yang akan dikerap diternakkan khusus sehingga perawatannya berbeda dengan peliharaan lain. Bukan lagi sapi yang digunakan untuk kepentingan tradisi pertanian seperti membajak sawah, melainkan sapi yang dipersiapkan oleh pemiliknya untuk berlomba di lapangan pacuan.
Masing-masing pemilik sapi mempunyai rezim pribadi yang diikuti dengan taat supaya memastikan sapinya mencapai puncak kondisi. Pemilik sapi di seluruh Madura mengikuti rezim perawatan dan makanan yang pada umumnya sama. Namun masing-masing pemilik sapi memakai beberapa unsur jamu yang berbeda yang dirahasiakan dengan hati-hati. Pada akhir musim hujan, pemilik sapi Madura mulai melatih sapinya dan menyiapkannya untuk musim karapan yang akan datang. Ada dua rezim khusus yang dipakai oleh pemilik sapi dalam penyiapan sapi. Yang pertama adalah perawatan biasa yang dilakukan untuk sapi yang berlatih, yang kedua adalah program yang lebih intensif yang dimulai dua minggu sebelum pertandingan. (bangkalanmemory.blogspot.com/)
Salah satu yang paling menonjol dari rezim perawatan sapi adalah proses pemberian asupan makanan yang dapat menyehatkan tubuh sapi. Setiap hari sapi karap makan rumput yang kualitasnya bagus, tetapi tidak seperti sapi biasa, sapi kerap tidak diangon atau digembala makan rumput. Rumput untuk pakan sapi karapan tidak ditanam khusus melainkan masih dikumpulkan oleh pemilik atau perawatnya. Pakan sapi karapan juga bisa dibeli dari orang lain yang menjual rumput. Pemilik sapi bisa menghabiskan 2-3 karung untuk memberi makan seekor sapinya dalam sehari.
Jumlah air yang diminum sapi karap kadang-kadang diatur. Sebelum pertandingan, jumlah air yang diberikan pada sapi dikurangi supaya lebih ringan untuk pacuannya dan bisa berlari lebih cepat. Selama musim hujan, jumlah air yang diberikan pada sapi dikurangi lagi karena rumputnya lebih mengandung air, dan selama musim kering airnya ditambah. Salah seorang pemilik sapi yang diwawancarai mengatakan bahwa sapinya minum satu ember air setiap hari. Sebelum pertandingan airnya dikurangi sampai ¾ ember. Peraturan air dan rumput terjadi supaya sapi menerima cukup banyak makanan supaya bisa memperkuat badannya sambil memelihara badan yang halus dan ringan (bangkalanmemory.blogspot.com/)
Selain perawatan berupa cara memberi makan rumput di atas kondisi sapi yang sehat bisa didapatkan dari proses pemberian jamu khusus dari bahan-bahan alami yang diracik secara khusus dan rahasia oleh pemilik sapi karapan. Jamu tersebut dapat meningkatkan stamina dan menjaga kesehatan dan ketahanan tubuh sapi. Pemberian jamu bisa dilakukan dengan mencampurnya ke dalam minuman sapi yaitu air. Biasanya jamu diberikan dua kali sehari.
Beberapa bahan yang bisa digunakan untuk membuat racikan jamu khusus sapi. Bahan-bahan ini termasuk telur ayam kampung, kopi pahit, madu, sprite, minuman tenaga misalnya hemaviton, minuman keras misalnya malaga, bir, dan arak, beras kencur (yaitu campuran beras dan bumbu masakan), dan campuran lain yang terbuat dari bumbu dan akar-akaran. Setiap hari pada pagi dan malam, pemilik sapi atau perawat sapinya mencampurkan jamu dan memberikan pada sapi dengan pipa pendek yang terbuat dari plastik atau bambu (bangkalanmemory.blogspot.com/).
2.3.2 Ritual yang Dilakukan Sebelum Pelaksanaan Lomba Karapan Sapi
1) Sebelum dimulai alat-alat yang harus disiapkan di antaranya : kalèlès, pangonong, tali pengikat, joki/sais, cambuk, kalung, selendang, air, ember (tempat jamu) serta saronen (alat musik tiup Madura) dengan jumlah sembilan orang menggunakan pakaian adat madura.
2) Sebelum lomba dimulai, sapi-sapi ini akan di warm up atau pemanasan terlebih dahulu dengan mengelilingi lapangan yang diiringi oleh saronen, gendang, kelonnong dan sebagainya sambil ngijung dan menari (penari remaja).
3) Beberapa menit sebelum dimulai, sapi karap tersebut dimandikan kemudian diolesi dengan spiritus yang sudah dicampur balsem dan jahe yang sudah ditumbuk halus. Selain itu sapi juga diberi minuman seperti obat kuat ,ramuan dan jamu rahasia lainnya agar sapi-sapi ini bisa berlari kencang dan kuat. Kaki-kakinya pun dipijat supaya tidak tegang saat perlombaan.
4) Selain sapi karap, pemilik sapi juga melakukan ritual khusus untuk menjaga sang sapi agar bisa memenangkan lomba. Karena pemilik sapi berkeyakinan dengan ritual tersebut dapat membebaskan sapi dari serangan gaib pihak lawannya sehingga perlombaan dapat dilakukan dengan kekuatan sebenarnya. Namun ada juga yang beranggapan ritual pemilik sapi juga dapat menambah kekuatan dari sapinya.
5) Anehnya para pemilik sapi ini merasa bahwa hadiah yang dimenangkan nanti bukanlah tujuan utamanya. Melainkan kepuasan dan gengsi yang didapat apabila memenangkan perlombaan karapan sapi ini. Selain itu juga bisa meningkatkan nilai jual sapi yang menjadi juara karapan sapi ini.
6) Selain sapi yang merupakan faktor utama untuk memenangkan karapan sapi, joki/sais yang biasa disebut tukang tongko' juga sangat penting posisinya. Selain bertugas mengarahkan lari sapi-sapi jantan yang melaju kencang, joki juga harus bisa memegang kendali dari garis start, menapakkan dan menyelipkan kaki di antara kayu (kalèlès) yang ditarik oleh sapi itu sendiri. Keterampilan lainnya adalah kemampuannya untuk melepas tali kekang dan meraih kayu yang melintang pada kepala sapi apabila telah tiba pada garis finish. Hal ini dimaksudkan agar sapi dapat berhenti dan tidak lagi berlari dengan liar.
2.3.4 Sebutan Tenaga-Tenaga Terampil dalam Lomba Karapan Sapi
Dalam mengatur taktik dan strategi bertanding ini masing-masing tim menggunakan tenaga-tenaga terampil untuk mempersiapkan sapi-sapi mereka. Orang-orang itu dikenal dengan sebutan:
1. Tokang tongko', joki yang mengendalikan atau menunggang sapi pacuan;
2. Tokang tambeng, orang yang menahan kekang sapi sebelum dilepas;
3. Tokang gettak, orang yang menggertak sapi agar pada saat diberi aba-aba sapi itu melesat bagaikan anak panah ke depan;
4. Tokang tonja, orang yang bertugas menarik dan menuntun sapi agar patuh pada kemauan pelatihnya;
5. Tokang gubra, anggota rombongan yang bertugas bersorak-sorak untuk memberi semangat pada sapinya dari tepi lapangan. Mereka tidak boleh memasuki lapangan dan hanya menjadi suporter. (bangkalanmemory.blogspot.com/).
6. Tokang ngebeh tale, pembawa tali kendali sapi dari start sampai finish
7. Tokang nyandak, orang yang bertugas menghentikan lari sapi setelah sampai garis finish.
8. Tokang tonja, orang yang bertugas menuntun sapi. (www.lontarmadura.com/sejarah-karapan-sapi/2/).
2.3.5 Pelaksanaan Karapan Sapi
Sebelum lomba dimulai semua peserta sapi karapan di arak terlebih dahulu saat mulai memasuki lapangan, sambil diiringi oleh musik khas Madura yang biasa disebut saronen. Dalam kesempatan ini juga dimanfaatkan untuk melemaskan otot-otot sapi sebelum bertanding, sekaligus juga merupakan acara pamer keindahan pakaian dan hiasan sapi-sapi yang akan ikut lomba. Setelah itu barulah semua pakaian dan hiasan sapi yang sekiranya dapat mengganggu pergerakan sapi saat lomba dilepaskan.
Selanjutnya, dimulailah lomba pertama untuk menentukan klasemen peserta. Pada babak ini peserta akan mengatur strategi untuk mendapatkan tempat dalam kelompok papan atas. Hal ini juga dilakukan agar pada babak selanjutnya (penyisihan) dapat berlomba dengan sapi dari kelompok papan bawah. Dalam lomba babak penyisihan ini, permainan memakai sistem gugur.
Sedangkan untuk sapi pacuan yang menang akan berhadapan lagi dengan pemenang dari pertandingan lainnya dan begitu seterusnya hingga tinggal satu peserta lomba yang menang dan berhak untuk mendapatkan titel sebagai juara (http://1c3tee.wordpress.com/2010/03/22/budaya-kerapan-sapi/).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif menekankan bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif, dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh individu-individu. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut atau perspektif partisipan. Partisipan adalah orang yang diajak berwawancara, diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran, persepsinya. Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan berbagai macam strategi yang bersifat interaktif seperti observasi langsung, observasi partisipatif, wawancara mendalam, dokumen-dokumen, teknik-teknik pelengkap. Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama yaitu untuk menggambarkan dan mengungkapkan (to describe and explore) dan tujuan yang kedua yaitu menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain) (Siyoto dan Sodik, 2015: 11-12)
Menurut (Sukmadinata, 2009: 53-60) penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas, sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, dan orang secara individual maupun kelompok.
Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya dan bertujuan mengungkapkan gejala secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna berdasarkan perspektif subjek lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif (Sugiarto, 2015: 8).
3.2 Data dan Sumber Data
3.2.1 Data
Data dalam penelitian kualitatif adalah data deskriptif yang umumnya berbentuk kata-kata, gambar-gambar atau rekaman. Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti. Data yang pasti adalah data yang sebenarnya terjadi dan sebagaimana adanya, buka data yang sekedar terlihat, terucap, tetapi data yang mengandung makna baik yang terlihat maupun yang terucap.
Data menurut (Siyoto dan Sodik, 2015) merupakan sesuatu yang dikumpulkan oleh peneliti berupa fakta empiris yang digunakan untuk memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan penelitian. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang akan diperoleh peneliti secara langsung melalui beberapa metode pengumpulan data seperti observasi, wawancara, kuesioner, dan penyebaran. Data ini diperoleh peneliti dari partisipan atau informan yang menjadi sumber data.
3.2.2 Sumber Data
Sumber data adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh peneliti, dan benda-benda yang diamati sampai detailnya, agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam dokumen atau bendanya. Sumber data tersebut pun harusnya asli, namun apabila yang asli susah, maka fotocpy atau tiruan tidak terlalu jadi masalah, selama dapat diperoleh bukti pengesahan yang kuat kedudukannya. Sumber data penelitian kualitatif secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu manusia dan yang bukan manusia (Siyoto dan Sodik, 2015: 28-29). Sumber data dari penelitian ini adalah manusia yaitu responden yaitu orang yang merespon beberapa pertanyaan dalam kegiatan peneliti untuk mencari data. Responden yang dimaksud dalam penelitian dikhususkan sesuai dengan rumusan masalah yang ditentukan yaitu melibatkan anak SD.
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode observasi untuk mengumpulkan data. Observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang disepakati. Observasi atau pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian, merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya suatu rangsangan tertentu yang diinginkan, atau suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan/fenomena sosial dan gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat. Dalam observasi akan lebih efektif jika informasi yang hendak diambil berupa kondisi atau fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja responden dari situasi alami.
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik kuesioner sebagai alat untuk mempermudah metode pengumpulan data yang telah dipilih yaitu observasi. Teknik kuesioner ini menjadi bagian dalam pelaksanaan observasi. Kuesioner adalah salah satu teknik pengumpulan informasi atau data dengan menggunakan daftar pertanyaan tertulis yang telah dibuat peneliti sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner ini adalah daftar pertanyaan yang memberikan kesempatan responden untuk menjawab secara bebas (kuesioner terbuka).
3.3.3 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dapat dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut.
1) Observasi untuk mendapat data di lapangan yang terbagi menjadi tiga bagian kegiatan
a. Pendeskripsian budaya lokal dalam buku cerita anak
b. Pelaksanaan pre-test menggunakan kuesioner tertutup
Pelaksanaan pre-test dilakukan peneliti untuk mengetahui tingkat wawasan awal siswa akan budaya Lokal Madura yang terdapat dalam buku cerita untuk anak Petualangan Si Penunggang Sapi Karapan. Data yang dihasilkan dari pelaksanaan pre-test ini merupakan data alamiah atau data murni yang belum dimodifikasi oleh peneliti.
c. Pemberian treatment
Pemberian treatment yang dilakukan peneliti adalah membiarkan partisipan atau responden untuk membaca keseluruhan isi buku cerita untuk anak Petualangan Si Penunggang Sapi Karapan yang di dalamnya sudah terdapat muatan wawasan budaya lokal.
d. Pelaksanaan post-test menggunakan kuesioner terbuka
Pelaksanaan post-test dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan wawasan budaya lokal anak setelah diberi treatment atau membaca buku cerita anak Petualangan Si Penunggang Sapi Karapan.
e. Pemberian kesimpulan akhir tingkat keberhasilan transmisi budaya lokal dalam buku cerita untuk anak Petualangan.Si Penunggang Sapi Karapan pada anak SD.
3.3.4 Instrumen Pengumpulan Data
1) Pedoman Observasi
Pedoman observasi adalah pedoman alat bantu yang menjadi ketentuan dasar untuk mengumpulkan data-data dari aktivitas atau pengamatan dengan proses pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala atau keadaan pada objek yang diteliti.
2) Pedoman Pembuatan Kuesioner
Dalam membuat atau menyusun kuesioner harus disesuaikan dengan masalah yang ingin diteliti. Oleh karena itu dalam menyusun kuesioner harus dirumuskan dengan jelas dengan memperhatikan pedoman pembuatan kuesioner untuk penelitian kualitatif.
3.4 Metode Penganalisisan Data
Metode penganalisisan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta atau data yang ditemukan. Menurut (Sugiyono, 2005: 21) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.
3.4.1 Teknik Penganalisisan Data
Teknik penganalisisan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif dalam bentuk penyajian data. Penyajian data adalah suatu kegiatan menyusun sekumpulan informasi sehingga memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
3.4.2 Prosedur Penganalisisan Data
Beberapa prosedur yang harus dilakukan peneliti dalam melakukan kegiatan penelitiannya adalah sebagai berikut.
1) Persiapan observasi
2) Pengumpulan data
3) Pengolahan data
4) Penyajian data
5) Penganalisisan dan pendeskripsian data
6) Pemberian kesimpualan
3.4.3 Instrumen Analisis Data
1) Instrumen I
Komentar
Posting Komentar