Strategi Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk mengarahkan anak
didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan
belajar sesuai dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran hendaknya
memperhatikan kondisi individu (siswa) yang akan belajar karena pada
hakikatnya proses pembelajaran merupakan interaksi belajar mengajar yang
melibatkan beberapa unsur khususnya guru dan siswa. Dalam hal ini keduanya
saling melengkapi dan masing-masing memiliki fungsi dan peran penting dalam
konteks belajar-mengajar. Siswa adalah anak didik, anak didik adalah
individu yang berbeda satu sama lainnya. Keunikan dan perbedaan menjadi hal
yang wajar karena memang antara satu orang dengan orang lainnya tidak akan
bisa dikatakan sama. Oleh karena itu, pembelajaran hendaknya memperhatikan
adanya perbedaan-perbedaan individual (antarpersonal) sehingga pembelajaran
akan berjalan sesuai dengan konsep yaitu merubah kondisi siswa dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham serta dari berperilaku
tidak baik menjadi berperilaku baik.
Kondisi riil siswa (anak didik) selama
ini kurang mendapat perhatian di kalangan pendidik. Hal ini terlihat dari
kebanyakan guru yang hanya memperhatikan kelas secara kesuluruhan tanpa
memperhatikan komponen-komponen penting dalam kelas secara spesifik. Semua
tindakan kelas dari guru sendiri hanya berupa pengondisian-pengondisian
yang hanya dilakukan oleh satu pihak saja yaitu guru sebagai pengajar.
Kurangnya pengelolaan sistem pembelajaran dan strategi yang digunakan akan
mempersulit siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan atau
dapat dikatakan proses belajar-mengajar yang dijalani tersebut tidak
berhasil. Hal ini karena pembelajaran masih bersifat konvensional. Untuk
mengubah ketidakberhasilan yang sudah sering terjadi maka harus diubah
tatanan sistem pembelajaran, yang tercakup di dalamnya yaitu salah satunya
strategi pembelajaran.
Strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan)
yang termasuk juga penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber
daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa di dalam penyusunan
suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum
sampai pada tindakan. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu,
artinya disini bahwa arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah
pencapaian tujuan, sehingga penyusunan langkah-langkah pembelajaran,
pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam
upaya pencapaian tujuan. Namun sebelumnya perlu dirumuskan suatu tujuan
yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya.
Tujuan pembelajaran yang utama yaitu untuk transfer ilmu pengetahuan ( knowledge), baik yang diperoleh dari pengalaman maupun latihan
yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Dalam proses tersebut
biasanya siswa dituntut untuk aktif. Keaktifan siswa mampu dilihat salah
satunya saat pembelajaran dalam kelas. Oleh karenanya strategi yang dipakai
dalam pembelajaran seharusnya berupa pembelajaran aktif.
Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik
untuk belajar secara aktif. Ketika peserta didik belajar dengan aktif,
berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Di sisi lain,
Silberman, (2009:35) menyatakan lingkungan fisik dalam kelas dapat
mendukung atau menghambat kegiatan belajar aktif. Belajar aktif itu sangat
diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang
maksimum. Ketika peserta didik pasif, atau hanya menerima dari pengajar,
ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Dalam
proses pembelajaran aktif peserta didik diajak untuk belajar secara aktif,
ketika peserta didik belajar dengan aktif maka mereka yang mendominasi
aktivitas pembelajaran.
2.
Masalah
2.1 Rumusan Masalah
1) Bagaimana pengertian strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran?
2) Bagaimana jenis-jenis strategi pembelajaran?
3) Bagaimana pertimbangan pemilihan strategi pembelajaran?
4) Bagaimana prinsip-prinsip penggunaan strategi pembelajaran dalam konteks
standar proses pendidikan?
5) Bagaimana pembelajaran berorientasi aktivitas siswa?
3.
Tujuan
Untuk menjelaskan sekaligus memberikan pemahaman mengenai strategi, metode,
pendekatan, jenis-jenis pembelajaran. Memberi pengetahuan lebih dalam
mengenai pertimbangan pemilihan strategi pembelajaran, prinsip-prinsip
penggunaan strategi pembelajaran dalam standar proses pendidikan.
Memberikan pemaparan tentang pembelajaran berorientasi aktivitas siswa
beserta hal terkait lainnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.
Pengertian, Strategi, Metode, dan Pendekatan Pembelajaran
Menurut J.R. David (Sanjaya, 2006: 126), dalam dunia pendidikan, strategi
diartikan sebagai
a plan, method or series of activities designed to achieves a
particular educational goal
, yaitu strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang
berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
Adapun pendapat lain, menurut Kemp (Sanjaya, 2006: 126), yang menjelaskan
bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
efektif dan efisien. Senada dengan pendapat diatas, Dick Carey (Sanjaya,
2006:126), menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set
materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk
menimbulkan hasil belajar pada siswa
Pendapat berbeda dari Djamarah (2010: 5), yang menyatakan secara umum
strategi mempunyai pengertian sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk
bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Jika
dihubungkan dengan belajar-mengajar, strategi bisa diartikan sebagai
pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan
Berbeda dengan pendapat di atas Joni (Hamdani, 2011: 18), berpendapat bahwa
yang dimaksud strategi adalah suatu prosedur yang digunakan untuk
memberikan suasana yang konduktif kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran. Lain halnya dengan pendapat Gerlach dan Ely (Hamdani: 19),
yang menjelaskan apabila dihubungkan dengan proses belajar mengajar,
strategi adalah cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam
lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup, dan urutan
kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa.
Menurut Moedjiono (Asih, 2016: 2), strategi pembelajaran adalah kegiatan
guru untuk memikirkan dan mengupayakan terjadinya konsistensi antara
aspek-aspek dari komponen pembentuk sistem pembelajaran, yang untuk itu
guru menggunakan siasat tertentu. Menurut Huda (Iskandarwassid, 2009: 6) mengatakan strategi belajar
dipersepsi dan diartikan berbeda-beda . Adapun yang menggambarkan strategi
belajar sebagai sifat, tingkah laku yang tidak teramati atau langkah nyata
yang dapat diamati.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran meliputi kegiatan atau pemakaian teknik yang dilakukan oleh
pengajar mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai ke tahap
evaluasi, serta program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu pengajaran. Adapun yang
dimaksud kemampuan mengelola proses pembelajaran adalah kesanggupan atau
kecakapan para pengajar dalam menciptakan suasana komunikasi yang edukatif
antara pengajar dengan peserta didik, yang mencakup aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor. Semuanya berlangsung dalam upaya mempelajari
sesuatu berdasarkan perencanaan sampai dengan tahap evaluasi dan tindak
lanjutnya agar tercapainya tujuan pengajaran.
Metode adalah upaya yang digunakan dalam pengimplementasian rencana yang
sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun dapat
tercapai secara optimal. Misalnya pada strategi ekspositori dapat digunakan
metode ceramah, sekaligus tanya jawab bahkan diskusi. Dengan kata lain,
metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi ( a way in achieving something).
Selain istilah strategi, ada juga yang memiliki kemiripan yaitu pendekatan
(approach). Pendekatan diartikan sebagai tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.
Roy Killen (1998), mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran yaitu
pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered approaches)
dan pendekatan yang berpusat pada siswa ( student-centered approaches).
2.
Jenis-jenis Strategi Pembelajaran
Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Rowntree,
(Sanjaya, 2006: 128—129) mengelompokkan ke dalam strategi
penyampaian-penemuan atau exposition-discovery learning
dan strategi pembelajaran kelompok dan strategi pembelajaran individual
atau groups-individual learning.
Dalam strategi exposition, bahan pelajaran disajikan kepada siswa
dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Roy
Killen menyebutnya dengan strategi pembelajaran langsung ( direct instruction) sebab dalam strategi ini materi pelajaran yang
disajikan diberikan begitu saja pada siswa untuk dikuasai secara penuh,
siswa tidak dituntut untuk mengolahnya. Dengan demikian dalam strategi ini,
guru berfungsi sebagai penyampai informasi. Berbeda halnya dengan strategi discovery. Dalam strategi ini bahan pelajaran yang dicari,
ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas
guru lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswanya. Karena
sifatnya yang demikian, strategi ini disebut juga strategi pembelajaran
tidak langsung.
Strategi pembelajaran individual dilakukan oleh siswa secara mandiri.
Kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan oleh
kemampuan siswa yang bersangkutan secara individu. Oleh karena itu bahan
pelajaran serta bagaimana mempelajarinya didesain untuk belajar sendiri.
Contohnya: modul.
Lain halnya dengan strategi pembelajaran individual, belajar kelompok
dilakukan secara beregu. Sekelompok siswa diajar oleh seorang atau beberapa
orang guru. Bentuk belajar kelompok itu bisa dalam kelompok besar atau
pembelajaran klasikal atau siswa belajar dalam kelompok kecil semacam buzz group. Strategi kelompok tidak memperhatikan kecepatan
belajar individual, setiap individu dianggap sama.
Ditinjau dari cara penyajiannya dan cara pengolahannya, strategi
pembelajaran dibagi menjadi strategi pembelajaran deduktif dan strategi
pembelajaran induktif. Strategi pembelajaran deduktif adalah strategi
pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari konsep-konsep terlebih
dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi; atau bahan
pelajaran yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak menuju hal yang
konkret. Strategi ini biasa disebut strategi pembelajaran dari umum ke
khusus. Sebaliknya, pada strategi induktif bahan yang dipelajari dimulai
dari hal-hal yang konkret atau contoh-contoh yang kemudian secara perlahan
siswa dihadapkan pada materi yang kompleks atau sukar. Strategi ini biasa
disebut strategi pembelajaran dari khusus ke umum.
Adapun menurut Iskandarwassid, (2009: 26—33), berikut ini dijelaskan
jenis-jenis strategi pembelajaran berdasarkan klasifikasinya.
a.
Strategi Pembelajaran berdasarkan Penekanan Komponen
dalam Program Pengajaran
Berdasarkan komponen yang mendapatkan tekanan dalam program pengajaran,
strategi pembelajaran dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1.
Strategi Pembelajaran yang Berpusat pada Pengajar
Strategi pembelajaran yang berpusat pada pengajar disebut juga strategi
pembelajaran tradisional (klasik) yang berpendapat bahwa mengajar adalah
menyampaikan informasi kepada peserta didik. Dengan demikian tekanan
strategi pembelajaran berada pada pengajar itu sendiri. Pengajar berlaku
sebagai sumber informasi yang mempunyai posisi sangat dominan. Pengajar
harus berusaha mengalihkan pengetahuannya kepada peserta didik dan
menyampaikan keterangan atau informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta
didik. Belajar dalam pendekatan ini adalah usaha untuk menerima informasi
dari pengajar sehingga aktivitas pembelajaran peserta didik cenderung
menjadi pasif. Strategi pembelajaran yang berpusat pada pengajar ini
disebut teacher center strategies.
2.
Strategi Pembelajaran yang Berpusat pada Peserta Didik
Penelitian menyoroti bahwa strategi yang paling umum digunakan oleh guru
dalam pelajaran seluruh kelas, termasuk instruksi langsung dan tanggapan
murid (Maheady, Michielly-Pendl Harper & Malette, 2006). Namun
penelitian menunjukkan strategi tersebut dapat menimbulkan peluang
berkurang untuk partisipasi murid individu, dimana murid dapat menjadi
pengamat pasif daripada peserta aktif dalam pembelajaran mereka sendiri
(misalnya Cooper & Robinson, 2003). Selain itu, meminta masing-masing
anak di kelas, sering mengakibatkan pastisipasi yang lebih sering oleh
murid yang mencapai kemampuan lebih tinggi, dengan murid yang mencapai
kemampuan lebih rendah, hal itu menampilkan tingkat partisipatif yang
kurang (mis Lambert, Cartledge, Heward & Lo, 2006). Strategi
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, bertitik tolak pada sudut
pandang bahwa mengajar merupakan usaha untuk menciptakan sistem lingkungan
yang mengoptimalkan kegiatan belajar. Mengajar dalam arti ini adalah usaha
untuk menciptakan suasana belajar bagi peserta didik yang optimal. Yang
menjadi pusat perhatian dalam proses pembelajaran adalah peserta didik,
mengenai kemampuan peserta didik untuk menemukan, memahami, dan memproses
informasi.
Peserta didik adalah bukan sebagai objek pendidikan, tetapi subjek dalam
modalitas. Peserta didik berusaha secara aktif untuk mengembangkan dirinya
di bawah bimbingan pengajar. Oleh karena itu dalam kegiatan pembelajaran
diperlakukan bukan sebagai objek tetapi sebagai subjek aktif. Dalam proses
pembelajaran peserta didik adalah manusia yang menjalani perubahan untuk
menjadikan dirinya individu dan personal yang memiliki kepribadian dan
kemampuan tertentu dengan aktualisasi diri (self actualization).
Jadi strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik adalah strategi
pembelajaran yang memberi kesempatan seluas-luasnya pada peserta didik
untuk aktif dan berperan dalam kegiatan pembelajaran.
3.
Strategi Pembelajaran yang Berpusat pada Materi Pengajaran
Strategi pembelajaran yang berpusat pada materi pengajaran disebut juga material center strategies, bertitik tolak dari pendapat yang
mengemukakan bahwa belajar adalah usaha untuk memperoleh dan menguasai
informasi. Dalam hal ini strategi pembelajaran dipusatkan pada materi
pelajaran. Strategi pembelajaran yang berpusat pada materi berkembang
seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang
disertai arus globalisasi yang berakibat pengajar tidak lagi menjadi sumber
informasi. Sekolah tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi, karena
banyak media yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi seperti media
massa cetak dan elektronik.
a.
Strategi Pembelajaran berdasarkan Kegiatan
Pengolahan Pesan atau Materi
Berdasarkan kegiatan pengolahan pesan atau materi, strategi pembelajaran
dibedakan menjadi dua, yaitu strategi pembelajaran ekspositoris dan
strategi belajar mengajar heuristik dan kurioristik.
1. Strategi Pembelajaran Ekspositoris
Strategi pembelajaran ekspositoris merupakan strategi berbentuk penguraian,
baik berupa bahan tertulis maupun penjelasan atau penyajian verbal.
Pengajar mengolah materi secara tuntas sebelum disampaikan di kelas.
Strategi pembelajaran ini menyiasati agar semua aspek dari
komponen-komponen pembentuk sistem instruksional mengarah pada sampainya
isi pelajaran kepada peserta didik secara langsung. Dalam strategi ini
pengajar berperan sangat dominan, sedangkan peserta didik berperan sangat
pasif atau menerima saja.
2.
Strategi Pembelajaran Heuristik dan Kurioristik
Strategi pembelajaran heuristik adalah strategi pembelajaran yang bertolak
belakang dengan strategi pembelajaran ekspositoris, dalam strategi ini
peserta didik diberi kesempatan untuk berperan dominan dalam proses
pembelajaran. Strategi ini menyiasati agar aspek-aspek pembentuk sistem
instruksional mengarah pada pengaktifan peserta didik dalam mencari dan
menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan.
Dalam strategi heuristik pengajar pertama-tama mengarahkan peserta didik
kepada data-data terpilih, selanjutnya peserta didik merumuskan kesimpulan
berdasarkan data-data tersebut. Bila kesimpulannya tepat, maka strategi ini
bisa dikatakan tercapai dan proses berakhir. Sebaliknya, bila kesimpulan
salah, pengajar bisa memberikan data baru sampai peserta didik memperoleh
kesimpulan yang tepat. Dalam hal ini tugas pengajar hanya mengarahkan dan
menuntun peserta didik.
a.
Strategi Pembelajaran Berdasarkan Pengolahan Pesan atau Materi
Strategi pembelajaran berdasarkan cara pengolahan atau memproses pesan atau
materi dibedakan menjadi dua jenis yaitu berikut ini.
1.
Strategi Pembelajaran Deduksi
Strategi pembelajaran deduksi mengolah pesan mulai dari hal umum menuju hal
yang khusus, dari hal-hal yang abstrak kepada hal-hal yang nyata, dari
konsep-konsep yang abstrak kepada contoh-contoh yang konkret, dari sebuah
premis menuju ke kesimpulan logis. Langkah-langkah dalam strategi deduktif
meliputi tiga tahap. Pertama, pengajar memilih pengetahuan untuk diajarkan.
Kedua, pengajar memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Ketiga,
pengajar memberikan contoh-contoh dan membuktikannya kepada peserta didik.
2.
Strategi Pembelajaran Induksi
Strategi pembelajaran induktif adalah pengolahan pesan yang dimulai dari
hal-hal yang khusus, dari peristiwa-peristiwa yang bersifat individual
menuju generalisasi, dari pengalaman-pengalaman empiris yang sifatnya
individual munuju kepada konsep yang bersifat umum. Menurut Kenneth B.
Anderson beberapa langkah untuk menentukan strategi pembelajaran induksi.
Pertama, pengajar memilih bagian dari pengetahuan, aturan umum, prinsip,
konsep, dan seterusnya yang akan diajarkan. Kedua, pengajar menyajikan
contoh-contoh spesifik untuk dijadikan bagian penyususnan hipotesis.
Ketiga, bukti-bukti disajikan dengan maksud membenarkan atau menyangkal
berbagai hipotesis tersebut. Keempat, menyimpulkan bukti dan contoh-contoh
tersebut.
b.
Strategi Pembelajaran Berdasarkan Cara Memproses Penemuan
Berdasarkan cara memproses penemuan, strategi pembelajaran dibedakan atas
strategi ekspositoris dan strategi penemuan (discovery). Berikut ini
penjelasannya.
1.
Strategi Pembelajaran Ekspositoris
Strategi pembelajaran ekspositoris merupan strategi berbentuk penguraian
yang dapat berupa bahan tertulis atau penjelasan (presentasi) verbal.
Pengajar mengolah secara tuntas pesan atau materi sebelum disampaikan di
kelas. Strategi pembelajaran ini menyiasati agar semua aspek dan
komponen-komponen pembentuk sistem instruksional mengarahkan paeda
tersampaikannya isi pelajaran (informasi) kepada peserta didik secara
langsung.
2.
Strategi Pembelajaran Discovery
Dalam bukunya Roestiyah (2001), mengemukakan bahwa discovery (penemuan)
adalah proses mental peserta didik yang mampu mengasimilasikan sebuah
konsep atau prinsip. Yang dimaksud proses mental ialah mengamati, mencerna,
mengerti, menggolong-golongkan, menduga atau memperkirakan, menjelaskan,
mengukur, dan membuat kesimpulan. Dalam strategi pembelajaran ini peserta
didik dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri.
Pengajar hanya membimbing dan memberikan instruksi (petunjuk). Strategi
discovery dapat membantu peserta didik untuk memperoleh berbagai
peningkatan diantaranya:
a. Mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan
dalam proses kognitifnya;
b. Memperoleh pengetahuan yang bersifat individual sehingga dapat dengan
kokoh tersimpan dalam jiwa peserta didik;
c. Membangkitkan kegairahan belajar peserta didik;
d. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkembang dan maju
sesuai dengan kemampuannya masing-masing;
e. Mengarahkan peserta didik untuk memiliki motivasi yang kuat sehingga
belajar lebih giat;
f. Memperkuat dan menambah kepercayaan diri peserta didik dengan proses
penemuannya.
Kelemahan strategi pembelajaran discovery ialah bahwa akan kurang efektif
bila diterapkan pada kelas dengan jumlah peserta didik yang banyak atau
besar. Strategi ini tidak akan berhasil apabila tidak memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk berpikir secara kreatif. Teknik ini terlalu
mementingkan proses pengertian saja dan kurang memperhatikan pembentukan
atau perkembangan sikap dan keterampilan bagi peserta didik, serta
memerlukan kesiapan dan kematangan peserta didik. Peserta didik harus
berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitar proses
pembelajaran dengan baik.
1.
Jenis-jenis Strategi Pembelajaran
Selain jenis-jenis di atas yang sudah dijelaskan, ada beberapa pendapat
lain mengenai jenis-jenis strategi pembelajaran yaitu menurut Sanjaya,
(Asih, 2016)
a.
Strategi Pembelajaran Inquiry
Pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan
proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan
sendiri jawaban atas suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir
biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
Strategi pembelajaran inqury merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran
yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Hal
tersebut dikarenakan dalam strategi ini siswa memegang peran sangat penting
dan dominan dalam proses pembelajaran
Keunggulan strategi pembelajaran inquiry adalah sebagai berikut.
1) Strategi pembelajaran menekankan pada pengembangan aspek kognitif,
afektif, psikomotorik secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui
strategi ini dianggap lebih bermakna
2) Strategi ini memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan
gaya belajar mereka
3) Strategi ini dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar
modern, yang menganggap belajara sebagai proses perubahan tingkah laku
berkat adanya pengalaman
4) Strategi ini melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas
rata-rata, artinya siswa yang memiliki kemampuan belajar baik tidak akan
terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Kelemahan strategi pembelajaran inquiry adalah sebagai berikut.
1) Kegiatan dan keberhasilan siswa sulit terkontrol
2) Sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentuk dengan kebiasaan
siswa dalam belajar
3) Pengimplementasiannya memerlukan waktu yang panjang sehingga guru sulit
menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan
4) Selama criteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, strategi pembelajaran inquiry akan sulit
diimplementasikan oleh guru.
b.
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
Strategi ini dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang
menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.
1.
Ciri Strategi Prembelajaran Berbasis Masalah
Tiga ciri utama strategi pembelajaran berbasis masalah yaitu sebagai
berikut:
a. Dalam strategi pembelajaran ini tidak mengharapkan siswa hanya
mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, tetapi
menuntut siswa untuk aktif berpikir, berkomunikasi, mencari, dan mengolah
data dan akhirnya menyimpulkan.
b. Aktivitas pembelajaran digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Menempatkatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran, artinya
tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.
c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir
secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses
berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir yang dilakukan secara
sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan
melalui tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian
masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
2.
Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
Keunggulan strategi pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut.
a. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menentukan
pengetahuan baru bagi siswa.
b. Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
c. Siswa mampu mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam
kehidupan nyata.
d. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung
jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
e. Lebih menyenangkan dan disukai siswa.
f. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan
kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
g. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan
yang mereka miliki dalam dunia nyata.
h. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar.
Kelemahan strategi pembelajaran berbasis masalah meliputi berikut ini.
a. Tidak memiliki minat dan kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit
untuk dipecahkan akan membuat siswa merasa enggan untuk mencoba
b. Membutuhkan waktu untuk persiapan
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, mereka tidak akan belajar sesuatu yang ingin mereka
pelajari
c.
Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir merupakan strategi
yang menekankan pada kemampuan berpikir siswa. Dalam pembelajaran ini,
materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada siswa, tetapi siswa
dibimbing untuk menemukan sendiri konsep yang harus dikuasai melalui proses
dialogis yang terus-menerus dengan memanfaatkan pengalaman siswa. Model
strategi pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang bertumpu pada
pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaah fakta-fakta atau
pengalaman siswa sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajarkan.
Ada beberapa hal yang terkandung dalam strategi peningkatan kemampuan
berpikir, yaitu sebagai berikut.
1) Strategi pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang bertumpu pada
pengembangan kemampuan berpikir, tujuan dalam pembelajaran ini bukan
sekedar menguasai sejumlah materi, tetapi siswa dapat mengembangkan gagasan
dan ide melalui kemampuan berbahasa secara verbal.
2) Telaah fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan dasar
pengembangan kemampuan berpikir , artinya pengembangan gagasan dan ide-ide
didasarkan pada pengalaman sosial siswa dalam kehidupan sehari-hari dan
berdarkan kemampuan merka untuk mendeskripsikan hasil pengamatannya
terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupan
sehari-hari.
3) Sasaran akhir strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir
adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah sosial sesuai dengan taraf
perkembangan anak.
d.
Strategi pembelajaran Kooperatif/Kelompok
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan
Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu:
1. peserta dalam kelompok;
2. aturan kelompok;
3. upaya belajar setiap kelompok;
4. tujuan yang harus dicapai dalam kelompok belajar.
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam
orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,
atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaiannya dilakukan terhadap
kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward)
jika menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.
e.
Strategi Pembelajaran Kontekstual/Contextual Teaching Learning
Contextual Teaching Learning
(TCL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata yang mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penenrapannya dalam kehidupan
sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa dapat diperoleh dari usaha
siswa mengonstruksikan sendiri pengetahuan dan keteampilan baru ketika ia
belajar. Pembelajaran CTL melibatkan enam komponen utama pembelajaran
produktif, yaitu konstruktivisme, bertanya (questioning),
menemukan (inquiry), masyarakat belajar ( learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian
sebenarnya (authentic assessment).
Landasan filosofi CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang
menekankan bahwa belajar tidak hanya menghafal, tetapi siswa juga harus
mengonstruksikan pengetahuan di benaknya sendiri; pengetahuan tidak dapat
dipisahkan menjadi fakta-fakta atau proporsi yang terpisah, tetapi
mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
f.
Strategi Pembelajaran Afektif
Strategi pembelajaran afektif berbeda dengan strategi pembelajaran kognitif
dan keterampilan. Afektif berhubungan dengan nilai (value) yang
sulit diukur karena berkaitan dengan kesadaran yang tumbuh dari dalam diri
siswa. Dalam batas tertentu, afeksi muncul dalam kejadian behavioral. Akan
tetapi, penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi terus-menerus
dan hal ini tidak mudah dilakukan. Strategi pembelajaran afektif pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi
yang mengandung konflik atau situasi yang problematik. Melalui situasi ini,
siswa diharapkan dapat mengambil keputusan nilai yang dianggapnya baik
3.
Pertimbangan Pemilihan Strategi Pembelajaran
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan
baru. Ketika kita berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki
oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berpikir strategi apa
yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan
efisien. Ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai
akan menentukan bagaimana cara mencapainya. Namun sebelum menetukan
strategi pembelajaran apa yang akan digunakan, ada baiknya memperhatikan
beberapa hal berikut.
a. Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan adalah:
1) Apakah tujuan pembelajaran yasng ingin dicapai berkenaan dengan aspek
kognitif, afektif, atau psikomotor?
2) Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah
tingkat tinggi atau rendah?
3) Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterangan akademis?
b. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi proses
pembelajaran
1) Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum atau teori
tertentu?
2) Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat
tertentu atau tidak?
3) Apakah tersedia buku-buku sumber untuk mempelajari materi itu?
c. Pertimbangan dari sudut siswa
1) Apakah strategi pembelajran sesuai dengan tingkat kematangan siswa?
2) Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi
siswa?
3) Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar siswa?
d. Pertimbangan-pertimbangan lainnya
1) Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu strategi saja?
2) Apakah strategi yang kita tetapkan dianggap satu-satunya strategi yang
dapat digunakan?
3) Apakah strategi itu memiliki efektivitas dan efisiensi?
4.
Prinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran
dalam Konteks Standar Proses Pendidikan
Yang dimaksud prinsip-prinsip dalam bahasan ini adalah hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menggunakan strategi pembelajaran. Prinsip umum
penggunaan strategi pembelajaran adalah bahwa tidak semua strategi
pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan.
Setiap strategi memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Ada beberapa
prinsip-prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran yang harus dipahami
guru, yaitu sebagai berikut.
1.
Berorientasi pada Tujuan
Dalam sistem pembelajaran tujuan merupakan komponen yang utama. Segala
aktivitas guru dan siswa, mestilah diupayakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan. Ini sangat penting, sebab mengajar adalah proses yang
bertujuan. Oleh karenanya keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat
ditentukan dari keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran dapat menentukan suatu strategi yang harus digunakan
guru. Hal ini seringkali dilupakan guru. Guru yang senang berceramah,
hamper setiap tujuan menggunakan strategi penyampaian, seakan-akan dia
berpikir bahwa segalaa jenis tujuan dapat dicapai dengan strategi yang
demikian. Hal ini tentu saja keliru. Apabila kita menginginkan siswa
terampil menggunakan alat tertentu, maka tidak mungkin menggunakan strategi
penyampaian atau bertutur, tetapi harus berpraktik secara langsung.
2.
Aktivitas
Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah
berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mendorong
aktivitas siswa. Aktivitas tidak terbatas pada aktivitas fisik saja tetapi
juga meliputi aktivitas psikis seperti mental. Guru sering lupa hal ini.
Banyak guru terkecoh oleh sikap siswa yang pura-pura aktif padahal
sebenarnya tidak.
3.
Individualitas
Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa. Walaupun kita
mengajar pada sekelompok siswa, namun pada hakikatnya yang ingin kita capai
adalah perubahan perilaku setiap siswa. Dilihat dari segi jumlah siswa
sebaiknya standar keberhasilan guru ditentukan setinggi-tingginya. Semakin
tinggi standar keberhasilan ditentukan, maka semakin berkualitas proses
pembelajaran.
4.
Integritas
Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa.
Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetapi
juga meliputi pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotorik. Oleh
karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek
kepribadian siswa secara terintegrasi.
Jika di atas adalah prinsip umum, maka ada sejumlah prinsip khusus dalam
pengelolaan pembelajaran, diantaranya sebagai berikut.
1) Interaktif
Prinsip interaktif mengandung makna bahwa mengajar bukan hanya sekedar
menyampaikan pengetahuan dari guru ke siswa; akan tetapi mengajar dianggap
sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk
belajar. Dengan demikian, proses pembelajaran adalah proses interaksi baik
antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa, maupun siswa dengan
lingkungannya. Melalui proses interaksi, memungkinkan kemampuan siswa akan
berkembang baik mental maupun intelektual.
2) Inspiratif
Proses pembelajaran adalah proses yang inspiratif, yang memungkinkan siswa
untuk mencoba dan melakukan sesuatu. Berbagai informasi dan proses
pemecahan masalah dalam pembelajaran bukan harga mati, yang bersifat
mutlak, akan tetapi merupakan hipotesis yang merangsang siswa untuk mau
mencoba dan mengujinya. Oleh karena itu, guru mestinya membuka berbagai
kemungkinan yang dapat dikerjakan siswa. Biarkan siswa berbuat dan berpikir
sesuai dengan inspirasinya sendiri, sebab pengetahuan pada dasarnya
bersifat subjektif yang bisa dimaknai oleh setiap subjek belajar.
3) Menyenangkan
Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi
siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakala siswa
terbebas dari rasa takut, dan menenagkan. Oleh karena itu perlu diupayakan
agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan (enjoyful
learning). Proses pembelajaran yang menyenagkan bisa dilakukan, pertama,
dengan menata ruangan yang apik dan menarik, atau yang memenuhi unsur
kesehatan, misalnya pengaturan cahaya, vertilasi, dan sebagainya; serta
memenuhi unsur keindahan, misalnya cat tembok, yang segar, bersih dan penuh
warna, bersih dari debu, hiasan-hiasan dinding seperti lukisan dan
karya-karya, serta hiasan ruangan seperti vas bunga dan sebaginya. Kedua,
melalui menggunakan pola dan model pembelajaran, media, dan sumber belajar
yang relevan serta gerakan-gerakan guru yang mampu membangkitkat motivasi
belajar siswa.
4) Menantang
Proses pembelajaran adalah proses yang menantang siswa untuk mengembangkan
kemampuan berpikir, yakni merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan
tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu siswa
melaui kegiatan mencoba-coba, berpikir secara intuitif atau bereksplorasi.
Apapun yang diberikan dan dilakukan guru harus dapat merangsang siswa untuk
berpikir (learning how to learn) dan melakukan (learning how to do).
Apabila guru akan memberikan informasi, hendaknya tidak memberikan
informasi yang sudah jadi atau siap “ditelan” siswa, tetapi informasi yang
mampu membangkitkan siswa untuk “mengunyahnya”, untuk memikirkannya sebelum
diambil kesimpulan.
5) Motivasi
Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Tanpa
adanya motivasi, tidak mungkin siswa memiliki kemauan untuk belajar. Oleh
karena itu, membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan tugas
guru dalam setiap proses pembelajarn. Motivasi dapat diartikan sebagai
dorongan yang memungkinkan siswa untuk bertindak atau melakukan sesuatu.
Dorongan itu hanya mungkin muncul dalam diri siswa manakala siswa merasa
membutuhkan (need). Siswa yang merasa butuh akan bergerak dengan sendirinya
untuk memperoleh kebutuhannya. Oleh karena itu, dalam rangka membangkitkan
motivasi, guru harus dapat menunjukkan pentingnya pengalaman dan materi
belajar bagi kehidupan siswa, dengan demikian siswa akan belajar buka hanya
sekedar untuk memperoleh nilai atau pujian akan tetapi didorong oleh
keinginan untuk memenuhi kebutuhannya.
5.
Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS)
Dalam proses standar pendidikan, pembelajaran didesain untuk membelajarkan
siswa. Artinya, sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek
belajar. Dengan kata lain, pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada
aktivitas siswa (PBAS).
Strategi adalah suatu cara dalam menyelesaikan atau melakukan sebuah
tindakan. Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan
kemampuan baru. Ketika berfikir informasi dan kemampuan apa yang harus
dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga berfikir strategi apa yang
harus dilakukan agar proses pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan
efisien.
Kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan strategi pembelajaran
berorientasi aktifitas siswa, merupakan suatu fenomena, terlepas dari besar
kecilnya kadar keaktifan siswa dalam belajar tersebut.
Fenomena adanya cara
belajar aktifitas secara faktual, dapat meningkatkan kadar keaktifan siswa,
merupakan suatu kenyataan yang baru muncul dalam belajar mengajar
memerlukan suatu penanganan khusus, terutama terhadap sifat konservatif
para guru pada umumnya.
Strategi pembelajaran berorientasi aktifitas siswa merupakan salah satu
upaya pembaharuan pendidikan di Indonesia. Adanya pembaharuan pendidikan,
didorong oleh berbagai masalah kependidikan secara nasional, antara lain :
1) Masalah pemerataan pendidikan
2) Masalah relevansi pendidikan dengan tuntutan masyarakat
3) Masalah kualitas/mutu pendidikan
4) Masalah efisiensi pendidikan.
Ada beberapa asumsi perlunya pembelajaran berorientasi pada aktivitas
siswa. Pertama, asumsi filosofis tentang pendidikan. Pendidikan
merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik
kedewasaan intelektual, sosial, maupun kedewasaan moral. Oleh karena itu,
proses pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual sja, tetapi
mencakup seluruh potensi yang dimiliki anak didik. Dengan demikian, hakikat
pendidikan pada dasarnya adalah: (a) interaksi manusia; (b) pembinaan dan
pengembangan potensi manusia; (c) berlangsung sepanjang hayat; (d)
kesesuaian dengan kemampuan dan tingkat perkembangan siswa; (e)
keseimbangan antara kebebasan subjek didik dan kewibawaan guru; dan (f)
peningkatan kualitas hidup manusia.
Kedua,
asumsi tentang siswa sebagai subjek pendidikan, yaitu: (a) siswa bukanlah
manusia dalam ukuran mini, akan tetapi manusia yang sedang dalam tahap
perkembangan; (b) setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda; (c) anak
didik pada dasarnya insan yang aktif, kreatif dan dinamis dalam menghadapi
lingkungannya; (d) anak didik memiliki motivasi untuk memenuhi
kebutuhannya. Asumsi tersebut menggambarkan bahwa anak didik bukanlah objek
yang harus dijejali dengan informasi, tetapi mereka adalah subjek yang
memiliki potensi dan proses pembelajaran seharusnya diarahkan untuk
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak didik itu.
Ketiga
, asumsi tentang guru adalah: (a) guru bertanggungjawab atas tercapainya
hasil belajar peserta didik; (b) guru memiliki kemampuan professional dalam
mengajar; (c) guru mempunyai kode etik keguruan; (d) guru memiliki peran
sebagai sumber belajar, pemimpin (organisator) dalam belajar yang
memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar.
1. Konsep dan Tujuan PBAS
PBAS dipandang sebagai suatu pendekatan dalam proses pembelajaran yang
menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil
belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
secara seimbang. Dari konsep tersebut ada dua hal yang harus dipahami.
Pertama
, dilihat dari sisi proses pembelajarn PBAS menekankan pada aktivitas siswa
secara optimal, artinya PBAS menghendaki keseimbangan antara aktivitas
fisik, mental, termasuk emosional, dan aktivitas intelektual. Oleh karena
itu, kadar PBAS tidak hanya bisa dilihat dari aktivitas fisik saja, tetapi
juga aktivitas mental dan intelektual.
Kedua, dilihat dari sisi hasil belajar, PBAS menghendaki hasil belajar yang
seimbang dan terpadu antara kemampuan intelektual (kognitif), sikap
(afektif) dan keterampilan (psikomotor). Artinya, dalam PBAS pembentukan
siswa secara utuh merupakan tujuan utama dalam proses pembelajaran. PBAS
tidak menghendaki pembentukan siswa yang secara imtelektual cerdas tanpa
diimbangi oleh sikap dan keterampilan. PBAS adalah sebagai salah satu bentuk inovasi dalam memperbaiki kualitas
proses belajar mengajar bertujuan untuk membantu peserta didik agar bisa
belajar mandiri dan kreatif, sehingga ia dapat memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang dapat menunjang terbentuknya kepribadian yang
mandiri. Dengan kemampuan itu diharapkan lulusan menjadi anggota masyarakat
yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang dicita-citakan.
Sedangkan, secara khusus pendekataan PBAS bertujuan, pertama,
meningkatkan kualitas pembelajaran agar lebih bermakna. Artinya melalui
PBAS siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah infiormasi, tetapi
juga bagaimana memanfaatkan informasi itu untuk kehidupannya. Kedua, mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, artinya
melalui PBAS diharapkan tidak hanya kemampuan intelektual saja yang
berkembang, tetapi juga seluruh pribadi siswa termasuk sikap dan mental.
2. Peran Guru dalam Implementasi PBAS
Kekeliruan yang kerap muncul adalah adanya anggapan bahwa dengan PBAS peran
guru semakin kurang. Anggapan ini tidak tepat, sebab walaupun PBAS didesain
untuk meningkatkan aktivitas siswa, tidak berarti mengakibatkan kurangnya
peran dan tanggung jawab guru. baik guru maupun siswa sama-sama berperan
secara penuh, oleh karena peran mereka sama-sama sebagai subjek belajar.
Adapun yang membedakannya hanya terletak pada tugas yang harus dilakukan.
Dalam implementasi PBAS, guru tidak berperan sebagai satru-satunya sumber
belajar yang bertugas menuangkan materi pelajaran kepada siswa, tetapi yang
lebih penting adalah bagaimana memfasilitasi agar siswa belajar. Oleh
karena itu, penerapan PBAS menuntut guru untuk kreatif dan inovatif
sehingga mampu menyesuaikan kegiatan mengajarnya dengan gaya dan
karakteristik belajar siswa. Untuk itu ada beberapa hal yang dapat
dilakukan guru diantaranya sebagai berikut.
a. Mengemukakan berbagai alternatif tujuan pembelajaran yang harus dicapai
sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.
b. Menyusun tugas-tugas belajar bersam siswa.
c. Memberikan informasi tentang kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan.
d. Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa yang memerlukannya
e. Memberikan motivasi, mendorong siswa untuk belajar, membimbing dan lain
sebagainya melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan.
f. Membantu siswa dalam menarik suatu kesimpulan.
Selain peran-peran di atas, masih banyak tugas lain yang menjadi
tanggungjawab guru. misalnya, manakala siswa memerlukan suatu informasi
tertentu, maka guru berkewajiban untuk menunjukkan di mana informasi itu
dapat diperoleh siswa. Dengan demikian, guru tidak menempatkan diri sebagai
sumber informasi, tetapi berperan sebagai petunjuk dan fasilitator dalam
memanfaatkan sumber belajar.
3. Penerapan PBAS dalam Proses Pembelajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar PBAS diwujudkan dalam berbagai bentuk
kegiatan, seperti mendengarkan, berdiskusi, memproduksi sesuatu, menyusun
laporan, memecahkan masalah, dan sebagainya; akan tetapi juga ada yang
tidak bisa diamati, seperti kegiatan mendengarkan dan menyimak. Kadar PBSA
tidak bisa ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga aktivitas
nonfisik seperti mental, intelektual, dan emosiaonal. Oleh sebab itu, aktif
atau tidak aktifnya siswa dalam belajar hanya siswa yang mengetahuinya
secara pasti.
Namun demikian salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk mengetahui
apakah suatu proses pembelajaran memiliki kadar PBSA yang tinggi, sedang,
atau lemah, dpat kita lihat dari criteria penerapan PBSA dalam proses
pembelajaran. Kriteria tersebut menggambarkan sejauh mana keterlibatan
siswa dalam pembelajaran baik dalam perencanaan pembelajaran, proses
pembelajaran maupun dalam mengevaluasi hasil pembelajaran. Semakin siswa
terlibat dalam ketiga aspek tersebut, maka kadar PBSA semakin tinggi.
1.
Kadar PBAS dilihat dari proses perencanaan
a) Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan pembelajarn sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan serta pengalaman dan motivasi yang dimiliki
sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kegiatan pembelajaran.
b) Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan pembelajaran.
c) Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan memilih sumber belajar
yang diperlukan.
d) Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan mengadakan media
pembelajaran yang akan digunakan.
2.
Kadar PBAS dilihat dari proses pembelajaran
a) Adanya keterlibatan siswa baik secara fisik, mental, emosional, maupun
intelektual dalam setiap proses pembelajaran
b) Siswa belajar secara langsung (experiental learning).
c) Adanya keinginan siswa untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif.
d) Keterlibatan siswa dalam mencari dan memanfaatkan setiap sumber belajar
yang tersedia yang dianggap relevan dengan tujuan pembelajaran.
e) Adanya keterlibatan siswa dalam melakukan prakarsa seperti menjawab dan
mengajukan pertanyaan, berusaha memecahkan maslah yang diajukan atau yang
timbul selam proses pembelajaran berlangsung.
f) Terjadinya interaksi yang multi-arah baik antara siswa dengan siswa,
atau guru dengan siswa.
3.
Kadar PBAS ditinjau dari kegiatan evaluasi pembelajaran
a) Adanya keterlibatan siswa untuk mengevaluasi sendiri hasil pembelajaran
yang telah dilakukan.
b) Keterlibatan siswa secara mandiri untuk melaksanakan kegiatan semacam
tes dan tugas-tugas yang harus dikerjakan.
c) Kemauan siswa untuk menyusun laporan baik tertulis maupun secara lisan
berkenaan hasil belajar yang diperoleh.
Dari ciri-ciri tersbut dapat ditentukan apakah proses pembelajaran yang
diciptakan oleh guru mempunyai kadar PBAS yang tinggi, sedang atau lemah.
4.
Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan PBAS
Keberhasilan penerapan PBAS dalam proses pembelajaran dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, di antaranya:
a.
Guru
Dalam proses pembelajaran dalam kelas, guru merupakan ujung tombak yang
sangat menentukan keberhasilan penerapan PBAS, karena guru merupakan orang
yang berhadapan langsung dengan siswa. Ada beberapa hal yang memengaruhi
keberhasilan PBAS dipandang dari sudut guru, yaitu sebagai berikut.
1) Kemampuan guru
Kemampuan guru merupakan faktor pertama yang dapat memengaruhi keberhasilan
pembelajaran dengan pendekatan PBAS. Guru yang memiliki kemampuan yang
tinggi akan bersikap kreatif dan inovatif, yang selamanya akan mencoba
menerapkan berbagai penemuan baru yang dianggap lebih baiik untuk
membelajarkan siswa. Kemampuan guru bukan hanya dalam tataran perencanaan, akan tetapi juga
dalam proses dan evaluasi pembelajaran. Dalam aspek perencanaan, guru
dituntut untuk mampu mendesain perencanaan yang memungkinkan secara terbuka
siswa dapat belajar sesuai dengan minat dan bakatnya, seperti kemampuan
merumuskan tujuan pembelajaran, kemampuan menyusun dan menyajikan materi
atau pengalaman belajar siswa, kemampuan untuk merancang desain pembelajran
yang tepat sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, kemampuan menentukan dan
memanfaatkan media dan sumber belajar, serta kemampuan menentukan alat
evaluasi yang tepat untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran.
Kemampuan dalam proses pembelajaran berhubungan erat dengan bagaimana cara
guru mengimplementasikan perencanaan pembelajaran, yang mencakup
keterampilan dasar mengajar dan keterampilan mengembangkan berbagai model
pembelajaran yang dianggap mutakhir. Keterampilan dasar mengajar yang harus
dimiliki, seperti keterampilan bertanya, keterampilan variasi stimulus,
keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan memberikan
penguatan (renforcement), dan lain-lain. Sedangkan keterampilan
mengembangkan model pembelajaran contohnya, mengembangkan model inkuiri,
discovery, model keterampilan proses, model pembelajaran, metode klinis,
advace organizer dan lain sebainya.
2) Sikap profesional guru
Sikap profesional guru berhubungan dengan motivasi yang tinggi dalam
melaksanakan tugas mengajarnya. Guru yang profesional selamnya akan berusaha
untuk mencapai hasil yang optimal. Ia tidak akan merasa puas dengan hasil
yang telah dicapai. Oleh karena itu, ia akan selalu belajar untuk menambah
wawasan ilmu pengetahuan dan meningkatkan kemampuan dan keterampilannya,
misalnya dengan melacak berbagai sumber belajar melalui kegiatan membaca,
mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar, diskusi, simposium, dan
sebagainya, serta melacak informasi dengan memanfaatkan hasil-hasil
teknologi seperti televisi, radio, computer, sampai dengan internet.
Penerapan PBAS sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menuntut
aktivitas siswa secara penuh dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran,
akan sangat dipengaruhi oleh tingkat keprofesionalan guru, PBAS tidak akan
berhasil diimplementasikan oleh guru yang memiliki motivasi yang rendah.
3) Latar belakang pendidikan dan pengalaman belajar guru
Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru akan sangat
berpengaruh terhadap implementasi PBAS. Demngan latar belakang pendidikan
yang tinggi, memungkinkan guru memiliki pandangan dan wawasan yang luas
terhadap variabel-variabel pembelajaran seperti pemahaman tentang psikologi
anak, pemahaman terhadap unsure lingkungan dan gaya belajar siswa, pemaham
tentang berbagai model dan metode pembelajaran
Guru yang memiliki pemahaman tentang psikologi anak akan ditandai oleh
perasaan menghargai terhadap seluruh usaha siswa. Dengan demikian, ia tidak
akan menempatkan siswa sebagai objek yang harus dijejali dengan materi
pelajaran; akan tetapi ia akan memandang siswa sebagai subjek belajar yang
memiliki potensi untuk dikembangkan sehingga ia akan mendesain proses
pembelajaran yang dapat mendorong siswa aktif dan kreatif dalam proses
pengalaman belajar
Demikian juga dengan pengalaman mengajar. Guru yang telah memiliki jam
terbang mengajar yang tinggi memungkinkan ia lebih mengenal berbagai hal
yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
b.
Sarana Belajar
Keberhasilan implementasi PBAS juga dapat dipengaruhi ileh ketersediaan
sarana belajar. Yang termasuk diantaranya yaitu ruang kelas dan setting
tempat duduk siswa, media dan sumber belajar. Berikut penjelasannya.
1) Ruang kelas
Menurut Kondisi ruang kelas merupakan faktor yang menentukan keberhasilan
penerapan PBAS. Ruang kelas yang terlalu sempit misalnya, akan memengaruhi
kenyamanan siswa dalam belajar. Demikian juga halnya dengan penataan kelas.
Kelas yang tidak ditata dengan rapi, tanpa gambar yang menyegarkan,
ventilasi yang kurang memadai dan sebagainya akan membuat siswa cepat lelah
dan tidak bergairah dalam belajar. Yang juga harus diperhatikan dalam penataan ruang kelas adalah desain
tempat duduk siswa. PBAS yang menghendaki siswa aktif dalam belajar,
sebaiknya tempat duduk tidak bersifat statis, tetapi seharusnya dinamis.
Artinya, tempat duduk didesain agar dapat dipindah-pindah sehingga bisa
digunakan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.
2) Media dan sumber belajar
PBAS merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan multimedia.
Artinya, melalui PBAS siswa memungkinkan belajar dengan berbagai sumber
informasi secara mandiri, baik dari media grafis seperti buku, majalah,
surat kabar, buletin, dan lain-lain; atau dari media elektronik seperti
radio, televisi, film slide, video, computer, atau mungkin internet. Oleh
karena itu, keberhasilan penerapan PBAS akan sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan dan pemanfaatan media dan sumber belajar.
c.
Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi
keberhasilan PBAS. Ada dua hal yang termasuk ke dalam faktor lingkungan
belajar yaitu, lingkungan fisik dan lingkungan psikologis. Lingkungan fisik
meliputi keadaan dan kondisi sekolah, misalnya jumlah kelas, laboratorium,
perpustakaan, kantin, kamar kecil yang tersedia; serta di mana lokasi
sekolah itu berada. Yang termasuk ke dalam lingkungan fisik ini juga adalah
keadaan dan jumlah guru. keadaan guru misalnya adalah kesesuaian bidang
studi yang melatar belakangi pendidikan guru dengan mata pelajaran yang
diberikan.
Yang dimaksud lingkungan psikologis adalah iklim sosial yang ada di
lingkungan sekolah itu. Misalnya, keharmonisan hubungan antar guru dengan
guru, antara guru dengan kepala sekolah, termasuk keharmonisan antara pihak
sekolah dengan orang tua. PBAS merupakan pendekatan pembelajaran yang
memerlukan usaha dari setiap orang yang terlibat. Oleh karena itu, tidak
mungkin PBAS dapat diimplementasikan dengan sempurna manakala tidak
terjalin hubungan yang baik antara semua pihak yang terlibat.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Strategi pembelajaran dalam dunia pendidikan diartikan sebagai perencanaan
yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan atau
rangkaian kegiatan yang metode. Dalam proses pembelajaran penggunaan
strategi pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa, peserta didik
berperan sebagai subjek pembelajaran dan sasaran pembelajaran. Partisipasi
dan keaktifan siswa menjadi tolak ukur keberhasilan proses belajar
mengajar.
Aktivitas siswa sendiri bukan hanya berpusat pada aktivitas fisik, namun
juga aktivitas psikis atau mental dan juga aktivitas emosional dan
intelektual sehingga memungkikan pembelajaran dengan hasil yang optimal.
Strategi tersebut bertujuan untuk mendapatkan hasil yang seimbang dan
terpadu maka pengembangannya mencakup, kemampuan intelektual (kognitif),
sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Penerapan pembelajaran
berorientasi aktifitas siswa dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk
kegiatan seperti, diskusi, memproduksi sesuatu, menyusun laporan,
memecahkan masalah, dan lain-lain.
Tujuan utama strategi pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa adalah
pembentukan siswa secara utuh. Namun juga peran guru tidak kalah pentingnya
karena guru pun menjadi sebjek pembelajaran. Guru disini berperan sebagai
satu-satunya sumber belajar yang bertugas menerangkan materi pelajaran
kepada siswa, akan tetapi guru juga berperan sebagai penunjuk informasi,
dan fasilitator dalam memanfaatkan sumber belajar. Yang lebih penting lagi
guru memfasilitasi agar siswa memiliki motivasi belajar.
2.
Saran
Dengan adanya strategi pembelajaran diharapkan mampu meningkatkan kualitas
siswa baik dalam kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor melalui proses
pembelajaran menjadi lebih terencana baik dalam tahap persiapan maupun
pelaksanaan atau pengimplementasikan. Pembelajaran yang baik adalah siswa
ditempatkan sebagai subjek bukan objek pembelajaran. Peran guru sangatlah
penting untuk menuntun siswa secara mandiri dalam melakukan aktivitas dalam
proses pembelajaran agar dapat mereka temukan sendiri apa yang menjadi
kebutuhan mereka. Agar strategi pembelajaran berorientasi pada siswa ini
berjalan dengan baik, hendaknya semua komponen penting meliputi, guru,
siswa materi pelajaran serta lingkungan belajar dapat saling melengkapi dan
saling mendukung.
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Hamdhani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka
Setia
Asih. 2016. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bandung: CV
Pustaka Setia
Iskandarwassid, Dadang Sunendar. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Djamarah, Syaiful Bahri, Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Kaderisasibkpmistabat.blogspot.com
www.into.ie/ROI/Publication/InTouch
Komentar
Posting Komentar