Satuan Gramatikal Frase dalam Sintaksis






BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
       Sintaksis selama ini dipahami sebagai salah satu tataran (level) dalam gramatika (tata bahasa) yang mempersoalkan hubungan antara kata dengan satuan-satuan yang lebih besar, yang membentuk konstruksi yang disebut kalimat. Dengan demikian sintaksis dapat dideskripsikan atas konstruksi satuan-satuannya. Atau dengan kata lain, satuan sintaksis itu disusun oleh satuan-satuan yang lebih kecil. Sintaksis bahasa Indonesia sebenarnya telah banyak dibicarakan orang sebagai bagian dari ilmu tata bahasa. Pembicaraan atau pembahasan mengenai sintaksis itu pada umumnya dilakukan secara analitis dari satuan bahasa yang terbesar sampai yang terkecil. Unsur bahasa yang termasuk di dalam lingkup sintaksis adalah kata, frase, klausa, kalimat, dan yang terakhir yaitu wacana.
     Sifat sintaksis yang integratif, membuat dalam pembahasannya, kata tidak terlepas dari frasa, pembahasan frasa tidak terlepas dari pembahasan klausa, pembahasan klausa tidak terlepas dari pembahasan kalimat, pembahasan kalimat tidak terlepas dari konteks kalimat dan pembahasan konteks kalimat yang tidak terlepas dari fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Kajian sintaksis atas bahasa sebagai alat komunikasi setingkat lebih tinggi dari kajian morfologi dan fonologi. Tujuan dari pengembangan bidang keilmuan sintaksis diantaranya berkepentingan untuk menemukan aturan umum dalam sebuah bahasa.
     Dalam penerapan di kehidupan sehari-hari bahasa merupakan bagian penting atau dapat dikatakan sebagai penunjang aktivitas kita dalam berkomunikasi dengan orang lain di sekeliling kita. Namun pada kenyataannya masih banyak orang yang belum mengetahui dan belum paham tentang makna dan hakikat sintaksis yang merupakan bagian dari ilmu linguistik yang juga mempelajari bahasa. Ktidakpahaman inilah yang membuat kita tidak sadar bahwa penggunaannya begitu dekat dengan keseharian masyarakat Indonesia yang berikhtisar tentang kalimat bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai alat komunikasi. 

2. Masalah

2.1 Rumusan Masalah
1) Bagaimana pengertian sintaksis?
2) Bagaimana pengertian frase?
3) Bagaimana jenis-jenis frase?
4) Bagaimana kata majemuk?
5) Bagaimana perluasan frase?

3. Tujuan
        Untuk menjelaskan sekaligus memberikan pemahaman mengenai gambaran umum serta definisi sintaksis, mendeskripsikan serta memberikan pemaparan mengenai frase mulai dari pengertian, jenis-jenis, kata majemuk di dalamnya dan perluasan frase yang mungkin terjadi. 

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian, Sintaksis
       Menurut Verhaar (Suhardi, 2013: 13−14), mengatakan bahwa dari segi etimologi, kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata sun yang berarti dengan dan kata tattein yang berarti menempatkan. Maka kata suntattein berarti menempatkan kata atau ilmu tentang penempatan kata atau ilmu tata kalimat.Dengan demikian, secara etimologi, sintaksis berarti dengan menempatkan, sedangkan menurut Pateda (Suhardi, 2013: 14) kata syntaxis (Inggris: syntax ) diserap dari bahasa Belanda.
      Menurut Kridalaksana (1985: 6), sintaksis adalah subsistem tata bahasa mencakup kata dan satuan-satuan yang lebih besar dari kata serta hubungan antara satuan itu. Menurut Chaer (2009: 3), sintaksis adalah subsitem kebahasaan yang membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu kedalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan sintaksis, yakni kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
     Adapun menurut Ahmad (2002: 1), sintaksis mempersoalkan hubungan antara kata dan satuan-satuan yang lebih besar, membentuk suatu konstruksi yang disebut kalimat. Senada dengan itu, Syamsuddin (2007: 364), mengungkapkan bahwa sintaksis atau disebut juga ilmu tata kalimat menguraikan hubungan antarunsur bahasa untuk membentuk sebuah kalimat. Materi sintaksis perlu dipelajari karena ilmu ini mempelajari tata bentuk kalimat yang merupakan kesatuan bahasa terkecil yang lengkap. Dikatakan lengkap sebab kalimat dapat berdiri sendiri dan dipahami karena mengandung makna yang lengkap.
       Menurut Ramlan (1987: 21) memberi batasan sintaksis sebagai cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Pengertian sintaksis yang dikemukakan oleh para tokoh tersebut menunjukkan bahwa sintaksis adalah cabang lingusitik yang bidang kajiannya meliputi satuan lingual yang berwujud kata, frasa, klausa, kalimat, hingga wacana. Menurut Suhardi (2013: 13), definisi sintaksis adalah cabang ilmu bahasa (lingusitik) yang memfokuskan kajian tentang kalimat.sintaksis sering juga disebut sebagai ilmu tata kalimat. Ilmu yang lebih memfokuskan kajiannya pada kata, kelompok kata (frasa), klausa, dan kajian yang berkaitan dengan jenis-jenis kalimat. Jenis-jenis kalimat tersebut, meliputi kalimat tunggal, kalimat majemuk, kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat transitif, dan kalimat intransitif. 

2. Frase
2.1 Pengertian Frase
       Frasa atau frase dapat didefinisikan sebagai kelompok kata yang terdiri dari dua kata atau lebih. Keraf (dalam Suhardi, 2013: 19), mengemukakan bahwa frasa adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih. Kedua kata tersebut dapat berfungsi sebagai inti atau hanya salah satunya saja berupa inti. Namun satu hal yang perlu dipahami berkaitan dengan frasa ini adalah masing-masing kata yang membentuk konstruksi tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh.
       Selanjutnya menurut Parera (1988: 32), dalam bukunya berjudul Pengantar Linguistik Umum Bidang Sintaksis Seri C merumuskan kata frasa sebagai suatu konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua kata atau lebih, baik dalam pola dasar kalimat, maupun tidak. Satu frasa minimal terdiri dari dua anggota pembentuk, yaitu bagian frasa terdekat atau langsung yang membentuk frasa itu sendiri. Rumusan yang dikemukakan oleh Parera ini lebih menekankan bahwa frasa dibangun dari dua kata atau lebih. Dua kata atau lebih tersebut memilik hubungan yang sangat dekat.
       Lain pula Tariagan dalam bukunya berjudul Prinsip-Prinsip Dasar Pembelajaran Sintaksis merumuskan frasa sebagai satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih dan tidak mempunyai cirri-ciri sebagai klausa. Rumusan yang dikemukakan Tarigan hampir sama dengan yang dikemukakan ahli terdahulu, yaitu frasa dibangun atas beberapa kata (dua atau lebih), kemudian belum memenuhi syarat sebagai klausa.
       Sedangkan menurut Chaer, (2015: 39-41), frase dibentuk ari duah buah kata atau lebih; dan mengisi salah satau fungsi sintaksis. Simak sebagai berikut:
S
P
O
Ket
Adik saya suka makan kacang goreng Di kamar
       Semua fungsi kaluasa di atas diisi oleh sebuah frase: fungsi S diisi oleh adik saya, fungsi P diisi oleh frase suka makan, fungsi O oleh frase kacang goreng, dan fungsi Ket. diisi oleh frase di kamar.
       Dari contoh di atas, diketahui bahwa semua frase bisa terdiri dari dua kata atau lebih dapat dibuktikan.Misalnya, frase adik saya dapat menjadi adik saya yang bungsu, atau adik saya yang baru saja menikah, atau adik saya yang tinggal di jalan lembang jakarta pusat. Begitu juga frase kacang goreng, bisa menjadi sebungkus kacang goreng atau kacang goreng asin. Sedangkan frase di kamar bisa menjadi di kamar ayah, di kamar tidur ayah, atau juga di kamar belajar kakak.
       Sebagai pengisi fungsi-fungsi sintaksis frase-frase juga memiliki kategori. Maka kita mengenal adanya frase nominal, seperti adik saya, sebuah meja, rumah batu, dan rumah makan, yang mengisi fungsi S atau fungsi O. Adanya frase verbal, seperti suka makan, sudah mandi dan belum menerima, yang mengisi fungsi P. Adanya frase ajektival, seperti sangat indah, bagus sekali, dan merah jambu yang mengisi fungsi P. Adanya frase profesional sepertidi pasar, ke surabaya,ke pada polisi dan pada tahun 2017, yang berfungsi ket.
     Sebagai pengisi fungsi-fungsi sintaksis frase juga mempunyai katagori, yaitu katagori nominal pengisi fungsi S atau fungsi O, katagori verbal pengisi fungsi P, katagori adjektival pengisi fungsi P, dan katagori profesional pengisi fungsi ket. Di samping itu di kenal pula adanya frase numerial dan frase adverbial.
Sedangkan satuan pengisi fungsi sintaksis frase juga dapat berdiri sendiri dalam kalimat jawaban singkat, seperti:
a. Nenek saya (sebagai kalimat jawaban terhadap pertanyaan: siapa yang memebaca komik di kamar)
b. Di kamar tidur (sebagai jawaban singkat terhadap kalimat tanya: di mana nenek membaca komik?)
Secara lengkap kalimat (a) berbunyi: sebagai (c)
c. Yang membaca komik di kamar adalah nenek saya
Dan secara lengkap kalimat (b) berbunyi: sebagai (d)
d. Nenek membaca komik di kamar tidur.
2.2 Ciri-Ciri Frasa
Ciri-ciri yang melekat pada frasa sebetulnya telah tersirat pada beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli. Ciri-ciri tersebut menurut (Suhardi, 2013: 21) dikemukakan sebagai berikut.
a. Frasa terdiri dari dua kata atau lebih;
b. Frasa belum melampaui batas fungsi (SPOK);
c. Frasa belum memenuhi syarat sebagai klausa; dan
d. Frasa lebih kecil daripada klausa.
3. Jenis-Jenis Frasa
Menurut Suhardi, (2013: 23−44) mengungkapkan jenis-jenis frasa dapat dikelompokkan atas beberapa kelompok yang dijelaskan sebagai berikut.
1. Berdasarkan Kelas Kata
       Berdasarkan kelas kata yang menduduki frasa, maka frasa dibedakan menjadi dua golongan, yaitu frasa endosentrik dan frasa eksosentrik. Frasa endosentrik juga dikelompokkan menjadi dua, yaitu frasa endosentrik atributif dan frasa endosentrik koordinatif (Parera, 1988: 33−40).
1) Frasa Endosentrik
a. Frasa Endosentrik Atributif
       Frasa endosentrik atributif adalah sejenis frasa yang salah satu katanya merupakan atribut. Berdasarkan letak atau posisi atribut (A) di dalam frasa maka Parera (1988: 34) mengelompokkan frasa menjadi empat kelompok sebagai berikut.
· Atribut mendahului pusat: AX
Contoh:
a) Matahari hampir terbenam di ufuk barat.
b) Pak Budi tidak datang pada pertemuan kemarin.
· Pusat di depan, atribut di belakang: XA
Contoh:
a) Saya sudah siapkan uang pembayar utang setiap bulan.
b) Tamu itu berada di ruang depan kini.
· Atribut terpisah/terbagi: AXA
Contoh:
a) Dia mencari sebuah buku kesukaannya.
b) Wanita itu sungguh cantik sekali.
· Atribut mana suka: AX atau XA
Conttoh:
a) Pendengar sekalian dimana saja berada atau sekalian pendengar dimana saja berada.
b) dia berpaling ke otrang lain atau dia berpaling ke
b. Frasa Endosentrik Koordinatif
       Frasa endosentrik koordinatif adalah frasa yang memiliki dua kata dan berasal dari kelas yang sama. Berdasarkan kelas kata yang mengiringi tersebut, Parera (1988: 36), mengelompokkan frasa endosentrik koordinatif menjadi empat kelompok berikut.
· Penambahan (Adikatif)
Kedudukan anggota pembentuk sama, yaitu yang satu tidak tergantung dengan yang lain.
Contoh:
a) Baju itu terlihat putih lagi bersih.
b) Cobalah kamu berdiri serta mengedepankan tangan!
  • Penggabungan
Contoh:
a) Samakah menurut Saudara lembu dan kerbau?
b) Perbanyaklah latihan membaca dan menulis!
  • Pemisahan/pilihan
Contoh:
a) Tuhan tidak membedakan kaya atau miskin umat-Nya.
b) Keduanya, baik adik maupun kakak sama dimata ayah.
· Perwalian (Aposisi)
Konstruksi aposisi/perwalian adalah sebuah konstruksi endosentrik dan masuk akal untuk menganggapnya sebagai konstruksi atributif, akan tetapi sulit mencari pusat konstruksinya.
Contoh
a) Buku itu ditulis Prof. Dr. M. Moeljono.
b) Pabrik itu diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
2) Frasa Eksosentrik
       Frasa eksosentrik adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih, tetapi berdistribusi tidak mengikuti salah satu unsur pembentuknya. Selanjutnya frasa eksosentrik juga diterjemahkan sebagai gabungan dua kata atau lebih yang menunjukkan kelas kata dari perpaduan itu tidak sama dengan kelas kata salah satu (atau lebih) unsur pembentuknya.
Contoh:
a) dari sekolah (kata keterangan: asal)
b) di kampus (keterangan: tempat)
c) ke rumah (keterangan: tujuan)
2. Berdasarkan Inti Kata
       Pengelompokan jenis frasa berdasarkan unsur inti yang membangun frasa tersebut sama dengan pengelompokan atas kelas katanya di atas. Letak perbedaan dilihat dari ada tidaknya unsur inti dalam frase tersebut. Jika memiliki inti, maka dikelompokkan dalam endosentrik, namun yang tidak memiliki maka disebut eksosentrik
Menurut Chaer (2015: 120−149), dilihat dari kedudukan kedua unsurnya, dibedakan adanya frase koordinatif, yaitu kedudukan kedua unsurnya yang sederajat; dan frase subordinatif, yaitu yang kedudukan kedua unsurnya tidak sederajat. Ada yang berkedudukan sebagai unsur atasan, yang kita sebut inti frase; dan ada yang berkedudukan sebagai bawahan, atau yang kita sebut tambahan penjelas frase. Dilihat dari hubungan kedua unsurnya, dibedakan adanya frase endosentrik, yaitu yang salah satu unsurnya dapat menggantikan keseluruhannya; dan adanya frase eksosentrik, yaitu yang kedua unsurnya merupakan satu kesatuan. Kemudian kalau dilihat dari kategorinya, dibedakan danya frase nominal, frase verbal, frase ajektifal dan frase preposisional.
Lalu, berdasarkan kriteria di atas, kita dapat mencatat adanya jenis-jenis frase sebagai berikut.
1) Frase Nominal
       Frase nominal (FN) adalah frase yang dapat mengisi fungsi subjek atau objek di dalam klausa. Menurut strukturnya dapat dibedakan adanya frase nominal koordinatif (FNK) dan frase nominal subordinatif (FNS)
2) Frase Verbal
       Frase verbal adalah frase yang mengisis atau menduduiki fungsi predikat pada sebuah klausa. Dilihat dari kedudukan di antara kedua unsur pembentuknya dibedakan adanya frase verbal koordinaf (FVK) dan frase verbal subordinatif (FVS)
3) Frase Ajektifal
      Frase ajektifal adalah frase yang mengisi atau menduduki fungsi predikat dalam sebuah klausa ajektifal. Dilihat dari kedudukan kedua unsurnya dibedakan adanya frase ajektifa koordinatif (FAK) dan frase ajektifa subordinatif (FAS).
4) Frase Preposisional
       Frase preposisional adalah frase yang berfungsi sebagai pengisi fungsi keterangan di dalam sebuah klausa. Frase preposisional ini bukan frase koordinatif maupun frase subordinatif, melainkan frase eksosentrik. Jadi, dalam frase ini tidak ada unsur inti dan unsur tambahan. Kedua unsurnya merupakan satu-kesatuan yang utuh.

4. Kalimat Majemuk
       Menurut Suhardi (2013: 74-79) mengatakan bahwa kalimat majemuk adalah kalimat yang memiliki beberapa predikat atau dibangun atas beberapa klausa. Berdasrkan bentuk klausa yang membangunnya, kalimat majemuk dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu (1) kalimat majemuk setara, (2) kalimat majemuk bertingkat, (3) kalimat majemuk campuran, dan (4) kalimat majemuk rapatan.
1) Kalimat majemuk setara
       Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang dibangun atas dua kalimat tunggal. Kedua kalimat tersebut memiliki predikat yang kedudukannya sejajar (setara) di dalam kalimat. Biasanya kalimat majemuk setara menggunakan kata hubung: dan, tetapi, atau.
Contoh:
a. Ani belajar dan Budi membaca koran.
b. Dia tidak belajar tetapi mengobrol di kelas.
c. Kamu suka yang ini atau kamu suka yang itu?
2) Kalimat majemuk bertingkat
       Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang dibangun atas dua kalimat tunggal. Kedua kalimat tunggal tersebut memiliki kedudukan yang berbeda. Biasanya dibangun atas dua, yaitu anak kalimat dan induk kalimat. Letak anak kalimat dapat berada setelah induk kalimat atau boleh juga mendahului induk kalimat.
Contoh (anak kalimat berada setelah induk kalimat):
a. Ia sudah duduk di rumah ketika saya kembali dari kampus.
b. Saya akan menunaikan ibadah haji ke Mekkah jika saya memiliki uang cukup.
Contoh (anak kalimat mendahului induk kalimat):
a. Ketika saya kembali dari kampus, Ali sudah menunggu di depan rumah saya.
b. jika saya memiliki uang cukup, saya akan menunaikan ibadah haji ke Mekkah.
3) Kalimat majemuk campuran
       Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk yang dibangun atas campuran beberapa kalimat majemuk (setara dan bertingkat).
Contoh:
a. Amir berangkat ke sekolah dan Meri pergi ke kantor ketika rombongan guru-guru SMAN 6 datang.
b. Acara pembukaan pelatihan itu tertunda beberapa jam sebab rombongan Pak Camat datang terlambat sehingga acara itu ditutup menjelang sore.
4) Kalimat majemuk rapatan
       Kalimat majemuk rapatan adalah kalimat majemuk yang salah satu unsurnya hilang (merapat)
a. Bapak membaca surat kabar Batam Post.
b. Adik membaca surat kabar batam Post.
Kalimat (a) dan (b) di atas dapat dibentuk menjadi kalimat majemuk rapatan dengan cara menghilangkan salah satu unsur yang sama, sehingga menjadi.
Bapak dan adik membaca surat kabar Batam Post.
Kesamaan unsur yang terjadi dalam kalimat majemuk rapatan dapat saja terjadi kesamaan subjek, predikat, objek atau keterangan
1) Kesamaan subjek
a. Kakak memasak gulai kambing.
b. Kakak merangkai bunga.
* Kakak memasak gulai kambing dan merangkai bunga.
2) Kesamaan predikat
a. Bapak menanam pohon.
b. Ibu menanam pohon.
* Bapak dan Ibu menanam pohon dan bunga
3) Kesamaan objek
a. Adik menyepak bola.
b. Amir menyepak bola.
* Adik dan Amir menyepak bola.
4) Kesamaaan keterangan
a. Rudi belajar di sekolah.
b. Budi belajar di sekolah.
* Rudi dan Budi belajar di sekolah.
5. Perluasan Frase
5.1 Perluasan Frasa Nominal
        Frasa nominal dapat diperluas ke kanan atau ke kiri dengan menambahkan unsur-unsur pewatas pada nomina inti. Brikut ini beberapa kaidah perluasan frasa (bandingkan dengan Alwi dkk., 2003: 244)
1. Suatu inti dapat diikuti oleh satu nomina atau lebih. Rangkaian kemudian ditutup dengan salah satu pronomina persona atau ini/itu. Setiap nomina hanya menerangkan nomina sebelumnya
Contoh: Dosen Sosiologi Universitas Indonesia itu
Inti diperluas oleh beberapa nomina
2. Suatu inti dapat diikuti oleh adjektiva, pronomina, kemudian ditutup oleh ini/itu. Polanya adalah (1) nomina, (2) adjektiva, (3) pronomina persona, (4) ini/itu.
Contoh:
mobil
mobil baru
mobil baru saya
mobil baru saya ini
3. Suatu inti juga diperluas dengan adjektiva, kata yang, pronomina persona, lalu diakhiri dengan kata ini/itu. Polanya adalah (1) nomina, (2) persona, (3) yang, (4) adjektiva, (5) ini/itu.
Contoh:
mobil
mobil saya
mobil saya yang
mobil saya yang baru
mobil saya yang baru ini
4. Suatu inti dapat diperluas dengan aposisi, yakni frasa nominal yang mempunyai acuan yang sama dengan nomina inti.
Contoh: Imam B. Prasodjo, sosiolog Universitas Indonseia
Dalam hal ini, orang yang dirujuk oleh aposisi sosiolog Universitas Indonesia adalah Imam B. Prasodjo.
5. Nomina inti juga dapat diperluas oleh frasa pereposisional. Frasa preposisi ini merupakan bagian dari frasa nominal karena nomina inti tersebut bukan bentuk definit, melainkan nomina yang masih umum sehingga konstruksi frasanya tidak dapat dipindah-pindahkan.
Contoh: dokter
dokter di Indonesia
* di Indonesia dokter
Apabila nomina dokter diikuti oleh determinan ini/itu, frasa preposisi di Indonesia tidak lagi menjadi bagian dari frasa nominal, tetapi merupakan bagian dari klausa yang menduduki fungsi predikat
dokter itu (S) di Indonesia (P)
5.2 Perluasan Frasa Verbal
1) Frasa verbal dapat diperluas dengan menambah adverbia yang berfungsi sebagai pewatas depan.
Contoh: akan pergi
tentu akan pergi
belum tentu akan pergi
mungkin belum tentu akan pergi
2) Frasa verbal juga dapat diperluas dengan menambah pewatas belakang.
Contoh: Pergi saja
Pergi saja lagi
5.3 Perluasan Frasa Adjektival
       Frasa adjektival dapat diperluas dengan menambah pewatas, baik pewatas depan, maupun pewatas belakangnya
Contoh: licah
tak lincah
tak lincah lagi
sudah tak lincah lagi
sudah sangat tak lincah lagi
5.4 Perluasan Frasa Numeralia
       Frasa numeralia dapat diperluas ke kanan atau ke kiri dengan menambahkan unsur-unsur pewatas pada numeralia inti.
Contoh: dua
hanya dua belas
hanya dua belas ribu
hanya dua belas ribu ekor
5.5 Perluasan Frasa Pronominal
1) Frasa pronominal dapat diperluas ke kanan atau ke kiri dengan menambahkan unsur-unsur pewatas pada pronomina inti.
Contoh: Kamu
Kamu berempat
Hanya kamu berempat
Hanya kamu berempat saja
2) Frasa pronominal dapat diperluas dengan penambahan frasa nominal yang berfungsi sebagai apositif
Contoh: Hanya kami, mahasiswa semester satu
5.6 Perluasan Frasa Adverbial
       Frasa adverbial dapat diperluas ke kanan dengan menambahkan unsur-unsur pewatas pada adverbia inti.
Contoh: sekarang
sekarang ini
sekarang ini saja
bukan sekarang ini saja
5.7 Perluasan Frasa Preposisional
       Frasa preposisional dapat diperluas ke kanan dengan menambahkan unsur-unsur sumbu pada preposisi yang berfungsi sebagai perangkai. Biasanya unsur sumbu yang ditambahkan untuk memperluas frasa preposisional adalah nomina.
Contoh: di
di atas lemari
di atas lemari baju
di atas lemari baju seragam
di atas lemari baju seragam kantor 

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
       Sintaksis merupkan ilmu yang memiliki beberapa kajian dalamnya yaitu kata, frase, klausa, kalimat dan wacana. Dari kajian tersebut yang menjadi inti pembahasan dalam makalah ini adalah tentang frase. Secara sederhana pengertian frase disini adalah kelompok kata terdiri dari dua kata atau secara rinci disebutkan bahwa frase adalah suatu kelompok kata fungsional yang memiliki susunan gramatikal tertentu tetapi tidak melebihi fungsi (SPOK), sehingga tidak berbentuk arti atau satuan gramatikal secara potensial karena hanya berupa gabungan kata yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas dan mempunyai sifat nonpredikatif.
       Sesuai dengan hasil pembahasan yang diperoleh, frase dapat dibedakan berdasarkan jenisnya, jika dilihat dari kedudukan kedua unsurnya, frase dibedakan menjadi dua yaitu frase koordinatif dan frase subordinatif. Dan jika dilihat dari kedua unsur pembentuknya, frase dibedakan menjadi frase endosentrik dan frase eksosentrik. Kemudian, kalau dilihat dari kategorinya, frase terbagi atas tujuh jenis yaitu frase nominal, frase verbal, frase adjektival, frase numeralia, frase adverbial, dan frase preposisional.
2. Saran
       Dengan adanya pengenalan frase sebagai satuan bahasa dari sintaksis dalam pembahasan makalah ini, yang diharapkan adalah mampu menambah pengetahuan dan meningkatkan pemahaman baik penulis maupun pembaca. Namun untuk mengetahui lebih jauh, lebih banyak, bahkan lebih lengkap tentang frase, bisa dilakukan dengan membaca dan mempelajari buku-buku yang sudah ada yang memuat banyak hal mengenai frase, salah satunya buku sintaksis yang dibuat oleh berbagai pengarang, sehingga pembaca bisa mengetahui lebih dalam ilmu sintaksis. Karena di dalam makalah ini, kami penulis hanya membahas garis besarnya saja dalam ilmu sintaksis dari kajian di dalamnya, yaitu mengenai frase. 

DAFTAR PUSTAKA
Suhardi. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Chaer, Abdul. 2015. Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses) . Jakarta: PT Rineka Cipta.
Khairah, Miftahul, Sakura Ridwan. 2015. Sintaksis Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi. Jakarta: Bumi Aksara.

Komentar

Postingan Populer