Satuan Gramatikal Frase dalam Sintaksis
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sintaksis selama ini dipahami sebagai salah satu tataran (level) dalam gramatika (tata bahasa) yang mempersoalkan hubungan antara kata dengan satuan-satuan yang lebih besar, yang membentuk konstruksi yang disebut kalimat. Dengan demikian sintaksis dapat dideskripsikan atas konstruksi satuan-satuannya. Atau dengan kata lain, satuan sintaksis itu disusun oleh satuan-satuan yang lebih kecil. Sintaksis bahasa Indonesia sebenarnya telah banyak dibicarakan orang sebagai bagian dari ilmu tata bahasa. Pembicaraan atau pembahasan mengenai sintaksis itu pada umumnya dilakukan secara analitis dari satuan bahasa yang terbesar sampai yang terkecil. Unsur bahasa yang termasuk di dalam lingkup sintaksis adalah kata, frase, klausa, kalimat, dan yang terakhir yaitu wacana.
Sintaksis selama ini dipahami sebagai salah satu tataran (level) dalam gramatika (tata bahasa) yang mempersoalkan hubungan antara kata dengan satuan-satuan yang lebih besar, yang membentuk konstruksi yang disebut kalimat. Dengan demikian sintaksis dapat dideskripsikan atas konstruksi satuan-satuannya. Atau dengan kata lain, satuan sintaksis itu disusun oleh satuan-satuan yang lebih kecil. Sintaksis bahasa Indonesia sebenarnya telah banyak dibicarakan orang sebagai bagian dari ilmu tata bahasa. Pembicaraan atau pembahasan mengenai sintaksis itu pada umumnya dilakukan secara analitis dari satuan bahasa yang terbesar sampai yang terkecil. Unsur bahasa yang termasuk di dalam lingkup sintaksis adalah kata, frase, klausa, kalimat, dan yang terakhir yaitu wacana.
Sifat sintaksis yang integratif, membuat dalam pembahasannya, kata tidak
terlepas dari frasa, pembahasan frasa tidak terlepas dari pembahasan
klausa, pembahasan klausa tidak terlepas dari pembahasan kalimat,
pembahasan kalimat tidak terlepas dari konteks kalimat dan pembahasan
konteks kalimat yang tidak terlepas dari fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi. Kajian sintaksis atas bahasa sebagai alat komunikasi setingkat
lebih tinggi dari kajian morfologi dan fonologi. Tujuan dari pengembangan
bidang keilmuan sintaksis diantaranya berkepentingan untuk menemukan aturan
umum dalam sebuah bahasa.
Dalam penerapan di kehidupan sehari-hari bahasa merupakan bagian penting
atau dapat dikatakan sebagai penunjang aktivitas kita dalam berkomunikasi
dengan orang lain di sekeliling kita. Namun pada kenyataannya masih banyak
orang yang belum mengetahui dan belum paham tentang makna dan hakikat
sintaksis yang merupakan bagian dari ilmu linguistik yang juga mempelajari
bahasa. Ktidakpahaman inilah yang membuat kita tidak sadar bahwa
penggunaannya begitu dekat dengan keseharian masyarakat Indonesia yang
berikhtisar tentang kalimat bahasa yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari sebagai alat komunikasi.
2.
Masalah
2.1 Rumusan Masalah
1) Bagaimana pengertian sintaksis?
2) Bagaimana pengertian frase?
3) Bagaimana jenis-jenis frase?
4) Bagaimana kata majemuk?
5) Bagaimana perluasan frase?
3. Tujuan
Untuk menjelaskan sekaligus memberikan pemahaman mengenai gambaran umum
serta definisi sintaksis, mendeskripsikan serta memberikan pemaparan
mengenai frase mulai dari pengertian, jenis-jenis, kata majemuk di dalamnya
dan perluasan frase yang mungkin terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian, Sintaksis
Menurut Verhaar (Suhardi, 2013: 13−14), mengatakan bahwa dari segi
etimologi, kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata sun yang berarti dengan dan kata tattein yang berarti
menempatkan. Maka kata suntattein berarti menempatkan kata atau
ilmu tentang penempatan kata atau ilmu tata kalimat.Dengan demikian, secara
etimologi, sintaksis berarti dengan menempatkan, sedangkan menurut
Pateda (Suhardi, 2013: 14) kata syntaxis (Inggris: syntax
) diserap dari bahasa Belanda.
Menurut Kridalaksana (1985: 6), sintaksis adalah subsistem tata bahasa
mencakup kata dan satuan-satuan yang lebih besar dari kata serta hubungan
antara satuan itu. Menurut Chaer (2009: 3), sintaksis adalah subsitem
kebahasaan yang membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu kedalam
satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan sintaksis, yakni kata,
frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
Adapun menurut Ahmad (2002: 1), sintaksis mempersoalkan hubungan antara
kata dan satuan-satuan yang lebih besar, membentuk suatu konstruksi yang
disebut kalimat. Senada dengan itu, Syamsuddin (2007: 364), mengungkapkan
bahwa sintaksis atau disebut juga ilmu tata kalimat menguraikan hubungan
antarunsur bahasa untuk membentuk sebuah kalimat. Materi sintaksis perlu
dipelajari karena ilmu ini mempelajari tata bentuk kalimat yang merupakan
kesatuan bahasa terkecil yang lengkap. Dikatakan lengkap sebab kalimat
dapat berdiri sendiri dan dipahami karena mengandung makna yang lengkap.
Menurut Ramlan (1987: 21) memberi batasan sintaksis sebagai cabang ilmu
bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa.
Pengertian sintaksis yang dikemukakan oleh para tokoh tersebut menunjukkan
bahwa sintaksis adalah cabang lingusitik yang bidang kajiannya meliputi
satuan lingual yang berwujud kata, frasa, klausa, kalimat, hingga wacana.
Menurut Suhardi (2013: 13), definisi sintaksis adalah cabang ilmu bahasa
(lingusitik) yang memfokuskan kajian tentang kalimat.sintaksis sering juga
disebut sebagai ilmu tata kalimat. Ilmu yang lebih memfokuskan kajiannya
pada kata, kelompok kata (frasa), klausa, dan kajian yang berkaitan dengan
jenis-jenis kalimat. Jenis-jenis kalimat tersebut, meliputi kalimat
tunggal, kalimat majemuk, kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat transitif,
dan kalimat intransitif.
2.
Frase
2.1 Pengertian Frase
Frasa atau frase dapat didefinisikan sebagai kelompok kata yang terdiri
dari dua kata atau lebih. Keraf (dalam Suhardi, 2013: 19), mengemukakan
bahwa frasa adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih.
Kedua kata tersebut dapat berfungsi sebagai inti atau hanya salah satunya
saja berupa inti. Namun satu hal yang perlu dipahami berkaitan dengan frasa
ini adalah masing-masing kata yang membentuk konstruksi tersebut merupakan
suatu kesatuan yang utuh.
Selanjutnya menurut Parera (1988: 32), dalam bukunya berjudul Pengantar Linguistik Umum Bidang Sintaksis Seri C merumuskan kata
frasa sebagai suatu konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua kata atau
lebih, baik dalam pola dasar kalimat, maupun tidak. Satu frasa minimal
terdiri dari dua anggota pembentuk, yaitu bagian frasa terdekat atau
langsung yang membentuk frasa itu sendiri. Rumusan yang dikemukakan oleh
Parera ini lebih menekankan bahwa frasa dibangun dari dua kata atau lebih.
Dua kata atau lebih tersebut memilik hubungan yang sangat dekat.
Lain pula Tariagan dalam bukunya berjudul Prinsip-Prinsip Dasar Pembelajaran Sintaksis merumuskan frasa
sebagai satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata
atau lebih dan tidak mempunyai cirri-ciri sebagai klausa. Rumusan yang
dikemukakan Tarigan hampir sama dengan yang dikemukakan ahli terdahulu,
yaitu frasa dibangun atas beberapa kata (dua atau lebih), kemudian belum
memenuhi syarat sebagai klausa.
Sedangkan menurut Chaer, (2015: 39-41), frase dibentuk ari duah buah kata
atau lebih; dan mengisi salah satau fungsi sintaksis. Simak sebagai
berikut:
S
|
P
|
O
|
Ket
|
Adik saya | suka makan | kacang goreng | Di kamar |
Semua fungsi kaluasa di atas diisi oleh sebuah frase: fungsi S diisi oleh adik saya, fungsi P diisi oleh frase suka makan, fungsi O
oleh frase kacang goreng, dan fungsi Ket. diisi oleh frase di kamar.
Dari contoh di atas, diketahui bahwa semua frase bisa terdiri dari dua kata atau lebih dapat dibuktikan.Misalnya, frase adik saya dapat menjadi adik saya yang bungsu, atau adik saya yang baru saja menikah, atau adik saya yang tinggal di jalan lembang jakarta pusat. Begitu juga
frase kacang goreng, bisa menjadi sebungkus kacang goreng
atau kacang goreng asin. Sedangkan frase di kamar bisa
menjadi di kamar ayah, di kamar tidur ayah, atau juga di kamar belajar kakak.
Sebagai pengisi fungsi-fungsi sintaksis frase-frase juga memiliki kategori.
Maka kita mengenal adanya frase nominal, seperti adik saya, sebuah meja, rumah batu, dan rumah makan,
yang mengisi fungsi S atau fungsi O. Adanya frase verbal, seperti suka makan, sudah mandi dan belum menerima, yang mengisi
fungsi P. Adanya frase ajektival, seperti sangat indah, bagus sekali, dan merah jambu yang mengisi fungsi
P. Adanya frase profesional sepertidi pasar, ke surabaya,ke pada polisi dan pada tahun 2017, yang berfungsi ket.
Sebagai pengisi fungsi-fungsi sintaksis frase juga mempunyai katagori,
yaitu katagori nominal pengisi fungsi S atau fungsi O, katagori verbal
pengisi fungsi P, katagori adjektival pengisi fungsi P, dan katagori
profesional pengisi fungsi ket. Di samping itu di kenal pula
adanya frase numerial dan frase adverbial.
Sedangkan satuan pengisi fungsi sintaksis frase juga dapat berdiri sendiri
dalam kalimat jawaban singkat, seperti:
a. Nenek saya (sebagai kalimat jawaban terhadap pertanyaan: siapa yang
memebaca komik di kamar)
b. Di kamar tidur (sebagai jawaban singkat terhadap kalimat tanya: di mana
nenek membaca komik?)
Secara lengkap kalimat (a) berbunyi: sebagai (c)
c. Yang membaca komik di kamar adalah nenek saya
Dan secara lengkap kalimat (b) berbunyi: sebagai (d)
d. Nenek membaca komik di kamar tidur.
2.2 Ciri-Ciri Frasa
Ciri-ciri yang melekat pada frasa sebetulnya telah
tersirat pada beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli.
Ciri-ciri tersebut menurut (Suhardi, 2013: 21) dikemukakan sebagai berikut.
a. Frasa terdiri dari dua kata atau lebih;
b. Frasa belum melampaui batas fungsi (SPOK);
c. Frasa belum memenuhi syarat sebagai klausa; dan
d. Frasa lebih kecil daripada klausa.
3.
Jenis-Jenis Frasa
Menurut Suhardi, (2013: 23−44) mengungkapkan jenis-jenis frasa dapat
dikelompokkan atas beberapa kelompok yang dijelaskan sebagai berikut.
1.
Berdasarkan Kelas Kata
Berdasarkan kelas kata yang menduduki frasa, maka frasa dibedakan menjadi
dua golongan, yaitu frasa endosentrik dan frasa eksosentrik. Frasa
endosentrik juga dikelompokkan menjadi dua, yaitu frasa endosentrik
atributif dan frasa endosentrik koordinatif (Parera, 1988: 33−40).
1)
Frasa Endosentrik
a.
Frasa Endosentrik Atributif
Frasa endosentrik atributif adalah sejenis frasa yang salah satu katanya
merupakan atribut. Berdasarkan letak atau posisi atribut (A) di dalam frasa
maka Parera (1988: 34) mengelompokkan frasa menjadi empat kelompok sebagai
berikut.
· Atribut mendahului pusat: AX
Contoh:
a) Matahari hampir terbenam di ufuk barat.
b) Pak Budi tidak datang pada pertemuan kemarin.
· Pusat di depan, atribut di belakang: XA
Contoh:
a) Saya sudah siapkan uang pembayar utang setiap bulan.
b) Tamu itu berada di ruang depan kini.
· Atribut terpisah/terbagi: AXA
Contoh:
a) Dia mencari sebuah buku kesukaannya.
b) Wanita itu sungguh cantik sekali.
· Atribut mana suka: AX atau XA
Conttoh:
a) Pendengar sekalian dimana saja berada atau sekalian pendengar
dimana saja berada.
b) dia berpaling ke otrang lain atau dia berpaling ke
b.
Frasa Endosentrik Koordinatif
Frasa endosentrik koordinatif adalah frasa yang memiliki dua kata dan
berasal dari kelas yang sama. Berdasarkan kelas kata yang mengiringi
tersebut, Parera (1988: 36), mengelompokkan frasa endosentrik koordinatif
menjadi empat kelompok berikut.
· Penambahan (Adikatif)
Kedudukan anggota pembentuk sama, yaitu yang satu tidak tergantung dengan
yang lain.
Contoh:
a) Baju itu terlihat putih lagi bersih.
b) Cobalah kamu berdiri serta mengedepankan tangan!
- Penggabungan
Contoh:
a) Samakah menurut Saudara lembu dan kerbau?
b) Perbanyaklah latihan membaca dan menulis!
- Pemisahan/pilihan
Contoh:
a) Tuhan tidak membedakan kaya atau miskin umat-Nya.
b) Keduanya, baik adik maupun kakak sama dimata ayah.
· Perwalian (Aposisi)
Konstruksi aposisi/perwalian adalah sebuah konstruksi endosentrik dan masuk
akal untuk menganggapnya sebagai konstruksi atributif, akan tetapi sulit
mencari pusat konstruksinya.
Contoh
a) Buku itu ditulis Prof. Dr. M. Moeljono.
b) Pabrik itu diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
2)
Frasa Eksosentrik
Frasa eksosentrik adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua kata atau
lebih, tetapi berdistribusi tidak mengikuti salah satu unsur pembentuknya.
Selanjutnya frasa eksosentrik juga diterjemahkan sebagai gabungan dua kata
atau lebih yang menunjukkan kelas kata dari perpaduan itu tidak sama dengan
kelas kata salah satu (atau lebih) unsur pembentuknya.
Contoh:
a) dari sekolah (kata keterangan: asal)
b) di kampus (keterangan: tempat)
c) ke rumah (keterangan: tujuan)
2.
Berdasarkan Inti Kata
Pengelompokan jenis frasa berdasarkan unsur inti yang membangun frasa
tersebut sama dengan pengelompokan atas kelas katanya di atas. Letak
perbedaan dilihat dari ada tidaknya unsur inti dalam frase tersebut. Jika
memiliki inti, maka dikelompokkan dalam endosentrik, namun yang tidak
memiliki maka disebut eksosentrik
Menurut Chaer (2015: 120−149), dilihat dari kedudukan kedua unsurnya,
dibedakan adanya frase koordinatif, yaitu kedudukan kedua unsurnya yang
sederajat; dan frase subordinatif, yaitu yang kedudukan kedua unsurnya
tidak sederajat. Ada yang berkedudukan sebagai unsur atasan, yang kita
sebut inti frase; dan ada yang berkedudukan sebagai bawahan, atau yang kita
sebut tambahan penjelas frase. Dilihat dari hubungan kedua unsurnya,
dibedakan adanya frase endosentrik, yaitu yang salah satu unsurnya dapat
menggantikan keseluruhannya; dan adanya frase eksosentrik, yaitu yang kedua
unsurnya merupakan satu kesatuan. Kemudian kalau dilihat dari kategorinya,
dibedakan danya frase nominal, frase verbal, frase ajektifal dan frase
preposisional.
Lalu, berdasarkan kriteria di atas, kita dapat mencatat adanya jenis-jenis
frase sebagai berikut.
1)
Frase Nominal
Frase nominal (FN) adalah frase yang dapat mengisi fungsi subjek atau objek
di dalam klausa. Menurut strukturnya dapat dibedakan adanya frase nominal
koordinatif (FNK) dan frase nominal subordinatif (FNS)
2)
Frase Verbal
Frase verbal adalah frase yang mengisis atau menduduiki fungsi predikat
pada sebuah klausa. Dilihat dari kedudukan di antara kedua unsur
pembentuknya dibedakan adanya frase verbal koordinaf (FVK) dan frase verbal
subordinatif (FVS)
3)
Frase Ajektifal
Frase ajektifal adalah frase yang mengisi atau menduduki fungsi predikat
dalam sebuah klausa ajektifal. Dilihat dari kedudukan kedua unsurnya
dibedakan adanya frase ajektifa koordinatif (FAK) dan frase ajektifa
subordinatif (FAS).
4)
Frase Preposisional
Frase preposisional adalah frase yang berfungsi sebagai pengisi fungsi
keterangan di dalam sebuah klausa. Frase preposisional ini bukan frase
koordinatif maupun frase subordinatif, melainkan frase eksosentrik. Jadi,
dalam frase ini tidak ada unsur inti dan unsur tambahan. Kedua unsurnya
merupakan satu-kesatuan yang utuh.
4.
Kalimat Majemuk
Menurut Suhardi (2013: 74-79) mengatakan bahwa kalimat majemuk adalah
kalimat yang memiliki beberapa predikat atau dibangun atas beberapa klausa.
Berdasrkan bentuk klausa yang membangunnya, kalimat majemuk dapat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu (1) kalimat majemuk setara, (2) kalimat
majemuk bertingkat, (3) kalimat majemuk campuran, dan (4) kalimat majemuk
rapatan.
1)
Kalimat majemuk setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang dibangun atas dua
kalimat tunggal. Kedua kalimat tersebut memiliki predikat yang kedudukannya
sejajar (setara) di dalam kalimat. Biasanya kalimat majemuk setara
menggunakan kata hubung: dan, tetapi, atau.
Contoh:
a. Ani belajar dan Budi membaca koran.
b. Dia tidak belajar tetapi mengobrol di kelas.
c. Kamu suka yang ini atau kamu suka yang itu?
2)
Kalimat majemuk bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang dibangun atas dua
kalimat tunggal. Kedua kalimat tunggal tersebut memiliki kedudukan yang
berbeda. Biasanya dibangun atas dua, yaitu anak kalimat dan induk kalimat.
Letak anak kalimat dapat berada setelah induk kalimat atau boleh juga
mendahului induk kalimat.
Contoh (anak kalimat berada setelah induk kalimat):
a. Ia sudah duduk di rumah ketika saya kembali dari kampus.
b. Saya akan menunaikan ibadah haji ke Mekkah jika saya memiliki uang cukup.
Contoh (anak kalimat mendahului induk kalimat):
a. Ketika saya kembali dari kampus, Ali sudah menunggu di depan
rumah saya.
b. jika saya memiliki uang cukup, saya akan menunaikan ibadah haji
ke Mekkah.
3)
Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk yang dibangun atas campuran
beberapa kalimat majemuk (setara dan bertingkat).
Contoh:
a. Amir berangkat ke sekolah dan Meri pergi ke kantor ketika
rombongan guru-guru SMAN 6 datang.
b. Acara pembukaan pelatihan itu tertunda beberapa jam sebab rombongan Pak
Camat datang terlambat sehingga acara itu ditutup menjelang sore.
4)
Kalimat majemuk rapatan
Kalimat majemuk rapatan adalah kalimat majemuk yang salah satu unsurnya
hilang (merapat)
a. Bapak membaca surat kabar Batam Post.
b. Adik membaca surat kabar batam Post.
Kalimat (a) dan (b) di atas dapat dibentuk menjadi kalimat majemuk rapatan
dengan cara menghilangkan salah satu unsur yang sama, sehingga menjadi.
Bapak dan adik membaca surat kabar Batam Post.
Kesamaan unsur yang terjadi dalam kalimat majemuk rapatan dapat saja
terjadi kesamaan subjek, predikat, objek atau keterangan
1) Kesamaan subjek
a. Kakak memasak gulai kambing.
b. Kakak merangkai bunga.
* Kakak memasak gulai kambing dan merangkai bunga.
2) Kesamaan predikat
a. Bapak menanam pohon.
b. Ibu menanam pohon.
* Bapak dan Ibu menanam pohon dan bunga
3) Kesamaan objek
a. Adik menyepak bola.
b. Amir menyepak bola.
* Adik dan Amir menyepak bola.
4) Kesamaaan keterangan
a. Rudi belajar di sekolah.
b. Budi belajar di sekolah.
* Rudi dan Budi belajar di sekolah.
5.
Perluasan Frase
5.1
Perluasan Frasa Nominal
Frasa nominal dapat diperluas ke kanan atau ke kiri dengan menambahkan
unsur-unsur pewatas pada nomina inti. Brikut ini beberapa kaidah perluasan
frasa (bandingkan dengan Alwi dkk., 2003: 244)
1. Suatu inti dapat diikuti oleh satu nomina atau lebih. Rangkaian kemudian
ditutup dengan salah satu pronomina persona atau ini/itu. Setiap nomina
hanya menerangkan nomina sebelumnya
Contoh: Dosen Sosiologi Universitas Indonesia itu
Inti diperluas oleh beberapa nomina
2. Suatu inti dapat diikuti oleh adjektiva, pronomina, kemudian ditutup
oleh ini/itu. Polanya adalah (1) nomina, (2) adjektiva, (3) pronomina
persona, (4) ini/itu.
Contoh:
mobil
mobil baru
mobil baru saya
mobil baru saya ini
3. Suatu inti juga diperluas dengan adjektiva, kata yang,
pronomina persona, lalu diakhiri dengan kata ini/itu. Polanya adalah (1)
nomina, (2) persona, (3) yang, (4) adjektiva, (5) ini/itu.
Contoh:
mobil
mobil saya
mobil saya yang
mobil saya yang baru
mobil saya yang baru ini
4. Suatu inti dapat diperluas dengan aposisi, yakni frasa nominal yang
mempunyai acuan yang sama dengan nomina inti.
Contoh: Imam B. Prasodjo, sosiolog Universitas Indonseia
Dalam hal ini, orang yang dirujuk oleh aposisi sosiolog Universitas Indonesia adalah Imam B. Prasodjo.
5. Nomina inti juga dapat diperluas oleh frasa pereposisional. Frasa
preposisi ini merupakan bagian dari frasa nominal karena nomina inti
tersebut bukan bentuk definit, melainkan nomina yang masih umum sehingga
konstruksi frasanya tidak dapat dipindah-pindahkan.
Contoh: dokter
dokter di Indonesia
* di Indonesia dokter
Apabila nomina dokter diikuti oleh determinan ini/itu,
frasa preposisi di Indonesia tidak lagi menjadi bagian dari frasa nominal,
tetapi merupakan bagian dari klausa yang menduduki fungsi predikat
dokter itu
(S) di Indonesia (P)
5.2
Perluasan Frasa Verbal
1) Frasa verbal dapat diperluas dengan menambah adverbia yang berfungsi
sebagai pewatas depan.
Contoh: akan pergi
tentu akan
pergi
belum tentu akan
pergi
mungkin belum tentu akan
pergi
2) Frasa verbal juga dapat diperluas dengan menambah pewatas belakang.
Contoh: Pergi saja
Pergi saja lagi
5.3
Perluasan Frasa Adjektival
Frasa adjektival dapat diperluas dengan menambah pewatas, baik pewatas
depan, maupun pewatas belakangnya
Contoh: licah
tak
lincah
tak
lincah lagi
sudah tak
lincah lagi
sudah sangat tak
lincah lagi
5.4
Perluasan Frasa Numeralia
Frasa numeralia dapat diperluas ke kanan atau ke kiri dengan menambahkan
unsur-unsur pewatas pada numeralia inti.
Contoh: dua
hanya dua belas
hanya dua belas ribu
hanya dua belas ribu ekor
5.5
Perluasan Frasa Pronominal
1) Frasa pronominal dapat diperluas ke kanan atau ke kiri dengan
menambahkan unsur-unsur pewatas pada pronomina inti.
Contoh: Kamu
Kamu berempat
Hanya kamu berempat
Hanya kamu berempat saja
2) Frasa pronominal dapat diperluas dengan penambahan frasa nominal yang
berfungsi sebagai apositif
Contoh: Hanya kami, mahasiswa semester satu
5.6
Perluasan Frasa Adverbial
Frasa adverbial dapat diperluas ke kanan dengan menambahkan unsur-unsur
pewatas pada adverbia inti.
Contoh: sekarang
sekarang ini
sekarang ini
saja
bukan sekarang ini
saja
5.7
Perluasan Frasa Preposisional
Frasa preposisional dapat diperluas ke kanan dengan menambahkan unsur-unsur
sumbu pada preposisi yang berfungsi sebagai perangkai. Biasanya unsur sumbu
yang ditambahkan untuk memperluas frasa preposisional adalah nomina.
Contoh: di
di atas lemari
di atas lemari baju
di atas lemari baju
seragam
di atas lemari baju seragam
kantor
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Sintaksis merupkan ilmu yang memiliki beberapa kajian dalamnya yaitu kata,
frase, klausa, kalimat dan wacana. Dari kajian tersebut yang menjadi inti
pembahasan dalam makalah ini adalah tentang frase. Secara sederhana
pengertian frase disini adalah kelompok kata terdiri dari dua kata atau
secara rinci disebutkan bahwa frase adalah suatu kelompok kata fungsional
yang memiliki susunan gramatikal tertentu tetapi tidak melebihi fungsi
(SPOK), sehingga tidak berbentuk arti atau satuan gramatikal secara
potensial karena hanya berupa gabungan kata yang terdiri dari dua kata atau
lebih yang tidak melampaui batas dan mempunyai sifat nonpredikatif.
Sesuai dengan hasil pembahasan yang diperoleh, frase dapat dibedakan
berdasarkan jenisnya, jika dilihat dari kedudukan kedua unsurnya, frase
dibedakan menjadi dua yaitu frase koordinatif dan frase subordinatif. Dan
jika dilihat dari kedua unsur pembentuknya, frase dibedakan menjadi frase
endosentrik dan frase eksosentrik. Kemudian, kalau dilihat dari
kategorinya, frase terbagi atas tujuh jenis yaitu frase nominal, frase
verbal, frase adjektival, frase numeralia, frase adverbial, dan frase
preposisional.
2.
Saran
Dengan adanya pengenalan frase sebagai satuan bahasa dari sintaksis dalam
pembahasan makalah ini, yang diharapkan adalah mampu menambah pengetahuan
dan meningkatkan pemahaman baik penulis maupun pembaca. Namun untuk
mengetahui lebih jauh, lebih banyak, bahkan lebih lengkap tentang frase,
bisa dilakukan dengan membaca dan mempelajari buku-buku yang sudah ada yang
memuat banyak hal mengenai frase, salah satunya buku sintaksis yang dibuat
oleh berbagai pengarang, sehingga pembaca bisa mengetahui lebih dalam ilmu
sintaksis. Karena di dalam makalah ini, kami penulis hanya membahas garis
besarnya saja dalam ilmu sintaksis dari kajian di dalamnya, yaitu mengenai
frase.
DAFTAR PUSTAKA
Suhardi. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia.
Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Chaer, Abdul. 2015. Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses)
. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Khairah, Miftahul, Sakura Ridwan. 2015. Sintaksis Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Komentar
Posting Komentar