Perkembangan dan Berbagai Permasalahan Kurikulum di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Kurikulum menjadi komponen acuan oleh setiap satuan pendidikan. Kurikulum
berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan, selain
itu juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianut
pemangku kebijakan. Kurikulum memiliki kedudukan yang sangat sentral dalam
keseluruhan proses pendidikan. Kurikulum juga mengarahkan segala bentuk
aktivitas pendidikan kepada tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Sehingga
kurikulum menjadi elemen pokok dalam sebuah layanan program pendidikan.
Kurikulum juga memiliki peranan penting dalam pendidikan, kaitannya yaitu
dengan penentuan arah, isi, dan proses pendidikan yang pada akhirnya
menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Dengan
kata lain kurikulum menjadi syarat mutlak dari pendidikan dan kurikulum
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran.
Sehingga sangatlah sulit dibayangkan bagaimana bentuk pelaksanaan suatu
pendidikan tanpa adanya kurikulum.
Pada dasarnya kurikulum tidak hanya berisikan tentang petunjuk teknis
materi pembelajaran. Kurikulum merupakan sebuah program terencana dan
menyeluruh, yang secara tidak langsung menggambarkan manajemen pendidikan
suatu bangsa. Dengan begitu otomatis kurikulum memegang peran yang sangat
penting dan strategis dalam kemajuan dunia pendidikan suatu negara.
Efektifitas implementasi dan pengembangan kurikulum di lapangan sangatlah
bergantung pada kompetensi guru dan sarana yang tersedia di sekolah untuk
memfasilitasi guru dalam mengartikulasi topik-topik yang termuat dalam
kurikulum. Guru yang menjalankan segala sesuatu yang terjadi dalam kelasnya
maupun dalam ekstra-organisasi sekolah. Sehingga keberhasilan pengembangan
kurikulum juga bergantung pada manajemen dari setiap guru. Kurikulum
sendiri pada setiap satuan pendidikan sebagai alat penggerak pendidikan.
Dengan kesesuaian dan ketepatan setiap komponen yang ada dalam kurikulum
diharapkan sasaran dan tujuan pendidikan akan tercapai secara maksimal
(Bambang Indriyanto, 2012: 446).
Dikarenakan peran kurikulum sendiri sangatlah penting dalam upaya
pencapaian tujuan pendidikan nasional, maka pemerintah Indonesia telah
melakukan berbagai macam upaya untuk merevisi, mengembangkan dan
menyempurnakan desain kurikulum pendidikan nasional Indonesia untuk bisa
menghasilkan proses dan produk pendidikan yang bermutu dan kompetitif.
Sampai saat ini, tercatat sembilan kurikulum pernah dikembangkan dan
dilaksanakan dalam sistem pendidikan nasional.
Kurikulum tidak bersifat statis, sehingga munculnya kurikulum disesuaikan
dengan perkembangan zaman dan tuntutan kemajuan kehidupan dalam masyarakat.
Kurikulum memang selalu berkembang dan menyelaraskan diri dengan kemajuan
zaman. Untuk itu pengembangan kurikulum berupa proses yang dinamis dan
integratif yang memang perlu diupayakan melalui langkah-langkah yang
sistematis, profesional dan melibatkan seluruh aspek yang terkait dalam
tercapainya tujuan pendidikan nasional. Namun jika kita melihat di lapangan
perubahan kurikulum yang dirasa menjadi suatu siklus yang ekstrem
malah menunjukkan banyak masalah karena perubahan kurikulum itu sendiri
yang terlalu sering. Setiap pergantian rezim kepemimpinan atau perubahan
menteri pendidikan sendiri hampir bisa dipastikan akan terjadi perubahan
kurikulum yang akhirnya membuat para aktor di bidang pendidikan tersesat di
dalam kurikulum yang tidak jelas. Seharusnya perubahan kurikulum tidak
boleh dilakukan secara radikal, ibaratnya pejabat berikutnya tinggal
melanjutkan apa yang telah ditinggalkan oleh pendahulunya.
Kurikulum pendidikan di negara kita telah mengalami beberapa perubahan
mulai sejak tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006,
sampai dengan 2013. Adanya perubahan kurikulum pada dasarnya merupakan
upaya untuk memperbaiki kurikulum terdahulu. Dalam kurikumlum yang baru
tentunya terdapat hal-hal yang baru pula, sedangkan pada kurikulum yang
lama tentunya ada alasan atau permasalahan yang menjadi latar belakang
munculnya inovasi dalam pendidikan yang di dalamnya ada kurikulum sebagai
sistem penggeraknya.
Halfman, Macvicar, Martin, Taylor, dan Zacharias (Zais: 1976) mengemukakan
bahwa inovasi-inovasi pendidikan sering muncul akibat prakarsa dari
seseorang atau sekelompok orang.
Hal yang menjadi pertanyaan disini adalah apa alasan dan menjadi masalah di
balik perubahan-perubahan dan pengembangan kurikulum selama ini di negara
kita, apakah dengan sering berubahnya kurikulum nasional akan semakin
meningkatkan kualitas mutu pendidikan di Indonesia sendiri, ataukah hanya
akan menyebabkan guru-guru menjadi tidak memiliki kompetensi yang
diharapkan sesuai dengan kurikulum nasional yang selalu berubah-ubah.
2. Masalah
2.1 Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang telah ditentukan, yaitu sebagai
berikut:
1) Bagaimana perkembangan kurikulum nasional di Indonesia?
2) Bagaimana permasalahan-permaslahan kurikulum?
3) Bagaimana solusi sebagai pemecahan masalah kurikulum?
3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk menjelaskan bagaimana dan apa
saja permasalahan kurikulum yang pernah dikembangkan khususnya dalam
pendidikan di negara kita.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.
Perkembangan Kurikulum Nasional Pendidikan di Indonesia
Berikut adalah perkembangan kurikulum yang terjadi dalam dunia pendidikan
di Indonesia:
1.
Kurikulum 1947
Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rentjana
Pembelajaran (Rencana Pembelajaran) 1947. Kurikulum ini pada saat itu
meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda, karena pada saat
itu masih dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri
utama kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter
manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda artinya rencana
pelajaran lebih popular daripada curriculum (bahasa Inggris).
Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi
pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan
pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950.
Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari
kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
a. Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya
b. Garis-garis besar pengajaran (GBP)
Rencana pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran dalam arti kognitif,
namun yang diutamakan pendidikan watak atau perilaku ( value, attitude), meliputi:
a. Kesadaran bernegara dan bermasyarakat
b. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari
c. Perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani
2.
Kurikulum 1952
Setelah rencana pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia
mengalami penyempurnaan. Dengan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran
Terurai 1952. Yang menjadi ciri dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran
harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran oleh karenanya disebut
Rencana Pelajaran terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali,
seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur
Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995.
3.
Kurikulum 1964
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan atau
kurikulum 1964 yang fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa,
karya dan moral (Pancawardhana).
Mata pelajaran diklasifikasikan menjadi lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan) dan jasmaniah.
Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional
praktis. Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali
menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di Indonesia. Kali ini diberi
nama Rentjana Pendidikan 1964. Yang menjadi ciri dari kurikulum ini,
pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yaitu pengembangan
moral, kecerdasan, emosional, prigelan dan jasmani.
Cara belajar dijalankan dengan metode gotong-royong terpimpin. Selain itu
pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai krida. Maksudnya, pada hari sabtu
siswa diberi kebebasan belatih kegiatan di bidang kebudayaan, kesenian,
olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat
untuk membentuk manusia pancasilais yang sosialis Indonesia, dengan
sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tahun 1960. Penyelenggaraan
pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I
dan II menjadi hruruf A, B, C, D. sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap
menggunakan skor 10 – 100. Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran
berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana). Mata pelajaran yang
ada dalam kurikulum 1964 adalah:
a.
Pengembangan Moral
1) Pendidikan kemasyarakatan
2) Pendidikan agama/budi pekerti
b.
Perkembangan Kecerdasan
1) Bahasa Daerah
2) Bahasa Indonesia
3) Berhitung
4) Pengetahuan Alamiah
c.
Pengembangan Emosional atau Artistik
Pendidikan Kesenian
d.
Pengembangan Keprigelan
Pendidikan Keprigelan
e.
Pengembangan Jasmani
Pendidikan Jasmani/Kesehatan
Kurikulum ini banyak mendapat tantangan dari kaum pendidik, sebab mereka
memandang lebih tepat menggunakan sistem pendidikan Pancasila. Oleh karena
itu sekarang sistem pendidikan Pancawardhana tidak digunakan lagi, termasuk
kurikulum yang berdasarkan pada sistem itu.
4.
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964, yaitu
dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana
menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 merupakan perwujudan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 tertujuan bahwa pendidikan
ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia pancasila sejati, kuat, dan
sehat jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan
diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kelahiran kurikulum 1968 bersifat
politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk
Orde Lama, tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum
1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Kurikulum 1968 lahir dengan pertimbangan politik ideologis. Tujuan
pendidikan pada kurikulum 1964 yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat
sosialis Indonesia diberangus, pendidikan pada masa ini lebih ditekankan
untuk membentuk manusia pancasila sejati. Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada
tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang
studi pada kurikulum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah mata
pelajarannya 9, yang memuat hanya mata pelajaran pokok saja.
Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi mengaitkannya
dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode pembelajaran
sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada
akhir tahun 1960-an. Struktur kurikulum 1968 sebagai berikut:
1.
Pembinaan Jiwa Pancasila
1) Pendidikan Agama
2) Pendidikan Kewarganegaraan
3) Bahasa Indonesia
4) Bahasa Daerah
5) Pendidikan Olahraga
2.
Pengembangan Pengetahuan Dasar
1) Berhitung
2) IPA
3) Pendidikan Kesejahteraan Keluarga.
3.
Pembinaan Kecakapan Khusus
Pendidikan Kejuruan
5.
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 yang menekankan pada
tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi
adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO ( management by object) yang terkenal saat itu” kata Drs. Mudjito,
Ak., Msi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Kurikulum 1975 sebagai
upaya untuk mewujudkan strategi pembangunan di bawah pemerintahan Orde Baru
dengan program Pelita dan Repelita.
Metode, materi dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal dengan istilah “satuan
pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan
pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar dan evaluasi.
Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru sibuk menulis rincian apa yang akan
dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Mata pelajaran kurikulum 1975
adalah:
a. Pendidikan Agama
b. Pendidikan Moral Pancasila
c. Bahasa Indonesia
d. IPS
e. Matematika
f. IPA
g. Olah raga dan Kesehatan
h. Kesenian
i. Keterampilan Khusus
6.
Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan
pendekatan proses, tapi factor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga
sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati seseuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R.
Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga
Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992.
Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah
yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan
secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA.
Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa
berdiskusi, di sana sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak
lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum
1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Berorientasi kepada tujuan instruksional.
2) Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar
siswa aktif (CBSA).
3) Materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral.
4) Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
5) Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa.
6) Menggunakan pendektan keterampilan proses.
7.
Kurikulum 1994 dan Suplemen 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara kurikulum 1975 dan
kurikulum 1984 antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan. Akan
tetapi, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran,
lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional
hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah
masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah dan
lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga
mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil menjelma
menjadi kurikulum super padat.
Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran suplemen kurikulum
1999. Tapi perubahannya lebih pada menambah sejumlah materi. Kurikulum 1994
dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu mengubah dari sistem
semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya
dalam satu tahun menjadi tiga tahap, diharapkan dapat member kesempatan
bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, diantaranya
sebagai berikut:
a. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
b. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup
padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
c. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan suatu sistem
kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat
kurikulum inti, sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran
sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
d. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan
strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental,
fisik dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa, guru dapat memberikan bentuk
soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka,
dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
e. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan
kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga
diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada
pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan dalam
menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
f. Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang
mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
g. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk
pemantapan pemahaman.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan terutama
sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi ( content oriented) diantaranya sebagai berikut:
1) Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan
banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
2) Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan
tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang
terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas saat pemberlakuan kurikulum 1994. Hal ini mendorong
para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu
upaya penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994.
Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip
penyempurnaan kurikulum, yaitu:
a) Penyempurnaan kurikulum secara terus-menerus sebagai upaya menyesuaikan
kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
tuntutan kebutuhan masyarakat.
b) Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat
antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa dan
keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
c) Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi
materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa
d) Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti
tujuan materi pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku
pelajaran.
e) Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam
mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan
sarana-prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
f) Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah
dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan
penyempurnaan jangka pendek.
8.
Kurikulum 2004
Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan
struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik
sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi
daerah. Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan
tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian,
kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam
pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002).
Kurikulum ini menitikberatkan pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga
hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penugasan terhadap
seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik,
agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan
keberhasilan dengan penuh tanggungjawab. Adapun karakteristik KBK menurut
Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual
maupun klasikal.
b. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan
keberagaman.
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi.
d. Sumber belajar bukan hanya, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya
penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
9.
Kurikulum 2006
KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan
antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Peraturan pemerintah memberikan arahan tentang
perlunya disusun dan dilaksanakan delapan Standar Pendidikan Nasional,
yaitu:
a. Standar isi
b. Standar proses
c. Standar kompetensi kelulusan
d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan
e. Standar sarana dan prasarana
f. Standar pengelolaan, standar pembiayaan
g. Standar penilaian pendidikan
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005,
pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan
kurikulum dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yaitu kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005.
Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran masih tetap
bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntasnya
sebuah subject matter), yaitu:
1) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual
maupun klasikal.
2) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi.
4) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
5) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya
penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK
tahun 2006 (versi KTSP), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh dalam
menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang
ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum,
beban belajar, kalender pendidikan hingga pengembangan silabusnya.
10.
Kurikum 2013
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum menentukan kualitas peserta
didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan isi dari krikulum, proses
pembelajaran, posisi peserta ddidik, penilaian hasil belajar, hubungan
peserta didik dengan masyarakat dan lingkungan alam disekitarnya.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filosofis yang memberikan dasar
bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia
berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional.
Pada dasarnya tidak ada satupun filosofi pendidikan yang dapat digunakan
secara spesifik untuk pengembangan kurikulum yang dapat mengahasilkan
manusia yang berkualitas. Berdasarkan hal tersebut, kurikulum 2013
dikembangkan mengguanakan filosofi sebagai berikut.
a. Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa
masa kini dan masa mendatang.
b. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif.
c. Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan
kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu.
d. Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih
baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan
berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi utnuk membangun
kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik ( experimentalism and social reconstructivism).
Dengan filosofi ini, kurikulum 2013 bermaksud untuk mengembangkan potensi
peserta didik memiliki kemampuan dalam berpikir reflektif bagi penyelesaian
masalah sosial di masyarakat, dan untuk membangun kehidupan masyarakat
demokratis yang lebih baik.
2.
Permasalahan-permasalahan Kurikulum
Ada berbagai masalah dalam pengembangan kurikulum. Masalah-masalah tersebut
terjadi karena beberapa faktor sebagai penyebabnya, antara lain adalah:
a) Permasalahan kurikulum secara khusus
Pada guru: guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum yang
disebabkan oleh beberapa hal yaitu kurang waktu, ketidak sesuaian pendapat,
baik di depan sesama guru maupun kepala sekolah dan administrator, karena
kemampuan dan pengetahuan guru itu sendiri
Dari masyarakat: untuk pengembangan kurikulum dibutuhkan dukungan dari
masyarakat baik dalam pembiayaan maupun dalam memberikan umpan balik
terhadap sistem pendidikan atau kurikulum yang sedang dijalankan.
Masyarakat sendiri merupakan sumber input dari sekolah
Masalah biaya: untuk pengembangan kurikulum, apalagi untuk kegiatan
eksperimen baik metode, isi atau sistem secara keseluruhan membutuhkan
biaya yang sering tidak sedikit.
Kepala sekolah: dalam hal ini seharusnya kepala sekolah mempunyai
latarbelakang mendalam tentang teori dan praktek kurikulum. Kepala sekolah
merupakan komponen yang mempunyai peran penting dalam pengembangan
kurikulum khususnya di dalam lingkungan sekolah tempat ia menjabat.
Birokrasi: terdiri dari para inspeksi di Kanwil dan juga orang tua maupun
tokoh-tokoh masyarakat. Kepala sekolah dan stafnya tidak dapat bekerja
dalam kerangka patokan yang ditetapkan oleh Depdikbud.
b) Permasalahan kurikulum secara umum
1.
Cakupan (Scope)
Bidang cakupan kurikulum meliputi keluasan topik, pengalaman belajar,
aktivitas, pengorganisasian unsur-unsur kurikulum serta hubungan
pengintegrasian unsur-unsur kurikulum tersebut. Cakupan (scope) berkaitan
dengan penganturan, penyampaian pelajaran pada waktu dan tingkatan yang
sama. Dengan kata lain, cakupan mengacu pada apa unsur-unsur kurikulum, apa
pengelolaan dan hubungan pengintegrasian unsur-unsur kurikulum. Masalah cakupan tidak berlaku pada satu mata pelajaran saja, tetapi harus
dipikirkan keserasian perkembangan antar mata pelajaran yang diberikan baik
secara bersamaan (paralel) maupun secara bertahap (berturut-turut).
2.
Relevansi
Relevansi adalah menyangkut kegunaan dan kebermaknaan suatu kurikulum bagi
orang, masyarakat dan bangsa. Relevansi atau kesesuaian merupakan suatu
permasalahan yang cukup essensial yang harus mendapatkan perhatian serius
dalam pengembangan kurikulum, ini dikarenakan relevansi dikaitkan dengan
masalah dunia kerja (vocation), kependudukan (citizenship
), hubungan antar pribadi (personal relationship) dan berbagai
aktivitas masyarakat lainnya menyangkut budaya, sosial, politik dan
sebagainya. Akan tetapi meski bagaimanapun jelas terlihat bahwa masalah
relevansi berkembang menurut kegunaan dan kebermaknaan kurikulum bagi,
masyarakat, bangsa bahkan bagi komunitas bangsa di dunia pada umumnya.
3.
Keseimbangan
Keseimbangan (balance) berarti pemberian bobot yang tepat untuk
setiap komponen kurikulum, sehingga tidak terjadi ketidakseimbangan di
kemudian hari yang diketahui setelah berlangsungnya evaluasi pembelajaran
tingkat nasional. Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya memiliki
keseimbangan. Beberapa variabel juga perlu dipertimbangkan,
variabel-variabel tersebut sebagai berikut:
a. Kurikulum yang berpusat pada siswa dan berpusat pada pelajaran
b. Kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat
c. Pendidikan umum dan pendidikan khusus
d. Luas dan dalamnya kurikulum
e. Domain kognitif, afektif, psikomotor
f. Pendidikan individual dan masyarakat
g. Inovasi dan tradisi
h. Logis dan psikologis
i. Kebutuhan akademis yang diharapkan
j. Metode pengalaman dan strategi
k. Dunia kerja dan permainan
l. Disiplin kelembagaan sekolah dan masyarakat sebagi sumber daya dalam
pendidikan.
m. Tujuan-tujuan kelembagaan
n. Disiplin ilmu
4.
Artikulasi
Artikulasi diartikan sebagai pertautan antara kelompok elemen atau unsur
lintas tingkatan sekolah. Contohnya dapat dilihat antara SD dan SLTP, SLTP
dan SMA serta SMA dan Perguruan Tinggi, yang juga tak lepas dalam dimensi
sekuens dan seperti kontinuitas Oliver (Olivia, 1992) menjelaskan
pengertian artikulasi dibagi menjadi 2, yaitu sebagai artikulasi horizontal
dan artikulasi vertical (kontinuitas) dari sini kita dapat mengetahui
antara sekuens, kontinuitas, dan artikulasi ada kaitan satu sama lainnya.
Adapun artikulasi merupakan suatu rencana sekuens unit-unit materi
pelajaran secara lintas tingkat.
5.
Pengintegrasian
Para pengembang kurikulum perlu memperhatikan pemaduan, penggabungan dan
penyatuan antardisiplin ilmu, seperti:
a. Bagaimana menciptakan surat menyurat (korespondensi) antara Tujuan
Pendidikan Nasional (tupenas), Tujuan Institusional dan Tujuan Intruksional
yang harus dicantumkan dalam kurikulum yang diperlukan mekanisme untuk
memantau keselarasan pencapaian tujuan-tujuan tersebut sehingga apabila
terdapat diskripansi dapat segera dilakukan tindakan perbaikan.
b. Bagaimana membina hubungan yang jelas antara komponen-komponen tujuan
kurikulum (Intruksional), materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan
evaluasi.
6.
Rangkaian (Sekuens)
Sekuen adalah susunan atau urutan pengelompokan kegiatan atau
langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan kurikulum. Pengembangan
kurikulum perlu memperhatikan rangkaian unsure-unsur kurikulum. Dengan kata
lain sekuen mencakup kapan dan dimanan pokok-pokok bahasan ditempatkan dan
dilaksanakan yang berkaitan dengan laju pergerakan dari tingkatan paling
rendah ke tingkatan paling atas. Sekuen merupakan pengaturan unit-unit dan
materi pembelajaran secara logis dan kronologis menurut unit, lembaga, dan
tingkatannya. Beberapa panduan yang dapat dijadikan rujukan dalam menyusun
unsure kurikulum, sebagai berikut:
a. Dimulai dari yang sederhana menuju ke yang kompleks
b. Menurut alur kronologis
c. Balikan dari alur kronologis
d. Dari geografis yang jauh menuju ke yang dekat, atau dari yang dekat
menuju ke yang jauh
e. Dari yang konkret ke yang abstrak
f. Dari umum ke khusus, atau dari khusus ke yang umum
7.
Kontinuitas
Makna kontinuitas adalah pengulangan vertikal, yang kompleks dan canggih
dalam upaya meningkatkan hasil belajar. Pengulangan tidak hanya berarti
pengulangan konten pembelajaran, namun pengulangan unsur-unsur kurikulum.
Dengan kata lain kontinuitas merupakan rencana introduksi dan reintroduksi
unit-unit materi yang sama di berbagai tingkatan, dalam upaya meningkatkan
pemahaman yang kompleks dan komprehensif
8.
Kemampuan Transfer
Pengembangan kurikulum perlu memperhatikan unsur-unsur yang perlu
ditransfer. Untuk itu pengembang kurikulum perlu menentukan tujuan,
menyeleksi isi atau materi pembelajaran, dan menyeleksi strategi
pembelajaran yang mengarah pada pendayagunaan proses transfer secara
maksimal. Pada hakikatnya sesuatu yang diberikan sekolah merupakan “proses
pentransferan nilai”, yaitu apapun yang dipelajari di sekolah harusnya bisa
diaplikasikan di luar sekolah tatkala peserta didik sudah menamatkan
pendidikannya. Dengan demikian proses pendidikan di luar sekolah dapat
memperkaya kehidupan peserta didiknya.
Para ahli pendidikan seperti Throndike, Daniel dan L.N Tanner serta Taba
menyepakati bahwa jika guru hendak mentransfer nilai-nilai, maka terlebih
dahulu harus diperhatikan prinsip-prinsip umum proses transfer, yaitu:
a. Transfer merupakan hati nurani pendidikan;
b. Proses transfer memungkinkan untuk dilakukan
c. Proses transfer dimulai dari situasi yang lebih dekat, ke situasi luar
kelas yang lebih jauh dan luas
d. Hasil transfer akan lebih bermakna (meaningful) jika guru membantu siswa
dalam menderivasi, generalisasi, serta menetapkan generalisasi tersebut
e. Secara umum dapat dikatakan bahwa ketika siswa memperoleh pengetahuan
bagi dirinya, proses transfer tersebut telah berhasil.
3. Solusi Permasalahan Kurikulum
Suatu kurikulum bisa mencapai sasaran yang sesuai dengan tujuan pendidikan,
jika memperhatiakn beberapa hal berikut.
1.
Landasan Pokok Kurikulum
Tujuan umum dalam pendidikan harus menjadi landasan pokok. Adanya tujuan
pendidikan yang jelas dapat memudahkan dalam menetapkan isi pendidikan. Ada
tiga aspek yang harus diperhatikan dalam menentukan isi pendidikan,
diantaranya:
1) Missi Nasional
2) Aspek Sosial Budaya
3) Aspek Pembangunan dan Modernisasi, meliputi: pembinaan, rasionalitas,
efesiensi, produktivitas dan pembinaan ilmu pengetahuan serta teknologi.
2.
Kebijaksanaan Pendidikan
Landasan kebijaksanaan pendidikan perlu adanya identifikasi terlebih
dahulu. Sekurang-kurangnya ada 3 kebijaksanaan dalam pendidikan, yaitu:
1) Kebijaksanaan umum yang mengikuti kewajiban pemerintah dalam
menyelenggarakan kewajiban belajar, membimbing masyarakat, mencerdaskan
masyarakat dan memajukan kebudayaan nasional.
2) Kebijaksanaan dalam pendidikan sekolah yang meliputi aspek:
a. Sekolah harus berorientasi pada pembangunan
b. Sekolah harus merupakan bagian integral dari masyarakat
c. Peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan pendidikan
3) Kebijaksanaan di luar sekolah.
Dalam hal ini hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Memupuk inisiatif dan usaha masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
b. Pemerintah menertibkan dan membina usaha masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan
3.
Program-program Pendidikan
Program pendidikan yang harus diperhatikan dalam kurikulum meliputi:
1) Pembaharuan pendidikan di sekolah melalui
a. Mengefekstifkan koordinasi antara komponen menejemen Depdikbud dan
hubungan dengan departemen lain yang turut serta dalam pendidikan.
b. Menyusun rencana jangka panjang yang dapat dirinci penahapannya dalam
jangka pendek.
c. Mengisi rencana di atas secara integral dalam arti meliputi semua aspek
kurikulum
2) Penyediaan logistik pendidikan
3) Program pendidikan olahraga kepemudaan dan kebudayaan
4) Program penyediaan tenaga kerja
3. Variabel yang berkaitan dengan pendidikan
Dalam hal ini terdapat variabel-variabel yang perlu dipertimbangkan
1) Tradisi dan aspirasi sosial
2) Manusia, perkembangan anak dan masyarakat
3) Demografi
4) Ekologi
5) Sarana dan prasarana pendidikan
6) Kondisi pendidikan sekarang
7) Politik nasional dan internasional
8) Proses modernisasi
Dalam memperhatikan variabel di atas diharapkan proses mekanisme kurikulum
tidak terburu-buru (asal jadi), tetapi menempuh proses ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan. Hendaknya harus di ingat bahwa kurikulum tidak hanya
berlaku untuk beberapa saat saja, disebabkan perencanaan yang dilakukan
dengan tidak matang, hal ini pada umumnya merugikan bangsa, negara,
masyarakat dan khusunya berkenaan dengan pendidikan.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Perkembangan dan permasalahan kurikulum di Indonesia adalah suatu
perkembangan program belajar yang meliputi tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan dalam pengajaran berikut juga masalah-masalah
yang ditimbulkan kurikulum pada saat diimplementasikan di Indonesia.
Perkembangan dan permasalahan sesungguhnya di Indonesia sudah ada, dimulai
sejak kurikulum pertama yakni kurikulum 1947 yang terus berkembang dan
berganti hingga menjadi kurikulum 2013 baru-baru ini. Perubahan tersebut
disesuaikan dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan dari pengengembangan kurikulum, para pengembang perlu
memahami berbagai masalah yang muncul dalam perkembangan kurikulum.
Masalah-masalah yang perlu dikaji mencakup masalah secara khusus (para
guru, masyarakat, kepala sekolah dan staf, biaya, dan birokrasi), adapun
masalah umum seperti Bidang Cakupan (Scope), Relevansi, Keseimbangan,
Artikulasi, Pengintegrasian, Rangkaian (Sekuens), Kontinuitas, dan
Kemampuan Transfer.
Dalam hal ini solusi yang pas juga diperlukan untuk menangani
masalah-masalah tersebut. Solusi yang bisa dilakukan yaitu memahami (a)
Landasan Pokok, (b) Kebijaksanaan Pendidikan, (c) Program-program
Pendidikan, (d) Variabel yang berkaitan dengan kurikulum pendidikan,
sehingga dalam pelaksanaannya, kurikulum bisa lebih terarah.
2. Saran
Kurikulum hendaknya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan
ilmu pengetahuan semata, bukan karena otoritas pemerintahan atau pun ada
pengaruh politik. Seyogyanya kurikulum mampu meningkatkan kualita
pendidikan di negara kita Indonesia supaya mampu bersaing di kancah
internasional dalam menghadapi era globalisasi. Namun pada kenyataannya ada
saja masalah yang turut ikiut serta dalam pengembangan dan penerapan
kurikulum, harapannya masalah-masalah tersebut dapat terselesaikan dengan
baik tanpa mengganggu penerapan kurikulum yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H.M dkk. 1998. Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV Pustaka
Setia
Sudjana, Nana. 1988. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algesindo offset
Sukmadinata, Nana Saodih. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori & Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Nasution S. 2008. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara
http//myibnucholid.blogspot.co.id/2015/05/makalah-masalah-pengembangan-kurikulum.html?m=1
Komentar
Posting Komentar