Apa Kabar Indonesia?
Perlindungan dan Penghargaan
Terhadap Profesi Guru
Topik: Konsep, prinsip atau asas dan jenis
penghargaan dan perlindungan kepada guru, termasuk kesejahteraannya.
A. Pengantar
Jumlah guru yang banyak dan sebarannya yang luas merupakan potensi untuk
mendidik anak bangsa di seluruh Indonesia, tanpa batas akses geografis,
sosial, ekonomi dan kehidupan kebudayaan kondisi ini membuat sebagian dari
guru terbelenggu dalam fenomena sosial, ekonomi, kultural, kepegawaian dan
lain-lain yang bersumber dari apresiasi dan pencitraan masyarakat terhadap
guru belum begitu baik. Perlindungan hukum, profesi, kesejahteraan dan
keselamatan kerja bagi mereka belum optimum. Adanya diskriminatif terhadap
guru telah terjadi sejak zaman kolonial Belanda. Hal ini membangkitkan
kesadaran untuk mengupayakan status, juga harkat dan martabat yang jelas
dan mendasar, oleh karenanya dibentuklah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen. Ini merupakan langkah mengangkat harkat dan
martabat guru melalui perlindungan hukum. Selain itu materi perlindungan
terhadap guru tersaji dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan
nasional yang diperbarui dan diganti dengan UU No. 20 Tahun 2003 yang
penjabaran pelaksanaannya pernah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.
38 Tahun 1992 tentang tenaga kependidikan yang meliputi perlindungan untuk
rasa aman, perlindungan terhadap pemutusan kerja, dan perlindungan terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja.
B. Definisi
- Perlindungan bagi guru: adalah usaha pemberian perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja serta perlindunga HaKi kepada guru baik yang berstatus PNS maupun bukan PNS.
- Perlindungan hukum: adalah upaya melakukan perlindungan kepada guru dari tindak kekerasan, ancaman, diskriminatif, intimidasi dan perlakuan tidak adil dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain.
- Perlindungan profesi: adalah upaya memberi perlindungan mencaakup PHK yang tidak sesuai dengan Peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan tidak wajar, pembatasan penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan yang dapat menghambat pelaksanaan tugas guru.
- Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja: Perlindungan mencakup resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran di waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lain.
- Perlindungan HaKi: adalah pengakuan atas kekayaan intelektual sebagai karya atau prestasi yang dicapai oleh guru dengan melegitimasinya dengan peraturan perundang-undangan.
- Perjanjian kerja: adalah perjanjian yang dibuat dan disepakati bersama antara penyelenggara atau satuan pendidikan dengan guru.
- Kesepakatan kerja bersama: merupakan kesepakatan yang dibuat dan disepakati bersama antara penyelenggaran dan/atau satuan pendidikan, guru, dan ketenagakerjaan di wilayah administratif tempat guru bertugas.
- Bantuan hukum: adalah jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma dalam bentuk konsultasi hukum, asosiasi atau organisasi profesi guru, dan pihak lain kepada guru.
- Advokasi: adalah upaya dalam rangka pemberian perlindungan terhadap profesi, keselamatan dan kesehatan kerja, serta HaKi bagi guru. Advokasi dilakukan melalui kolaborasi beberapa lembaga, organisasi, atau asosiasi yang memiliki kepedulian dan semangat kebersamaan dalam mencapai tujuan.
- Mediasi: adalah proses penyelesaian sengketa guru melalui perundingan yng melibatkan guru LKBH mitra, asosiasi atau organisasi guru, pihak lain sebagai mediator yang diterima oleh pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian sengketa (mediator tidak mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan).
C.
Perlindungan atas Hak-Hak Guru
Berdasarkan UUD 1945 dan UU No 9 tahun 1999 Pasal 3 ayat 2 tentang Hak
Asasi Manusia (HAM), bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum
dan perlakuan yang sama di depan hukum. Hak Asasi Manusia termasuk juga
hak-hak guru merupakan hak dasar yang secara koderati melekat pada diri
manusia. Oleh karena itu hak-hak guru harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh
siapapun. Salah satu hak guru adalah hak memperoleh perlindungan dalam
melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual. Pada Pasal 39 UU
Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen Bagian 7 tentang Perlindungan,
disebutkan bahwa banyak pihak wajib memberikan perlindungan kepada guru.
Berikut ranah perlindungannya:
1. Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau
satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam
pelaksanaan tugas.
2. Perlindungan tersebut meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi
dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Perlindungan hukum mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan,
ancaman, perlakuan diskriminatif, diskriminatif, intimidasi atau perlakuan
tidak adil dari pihak peserta didik, orangtua peserta didik, masyarakat,
birokrasi atau pihak lain.
4. Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap PHK yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak
wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi
dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam
melaksanakan tugas.
5. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan
terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada
waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lain.
Frasa perlindungan hukum yang dimaksudkan di sini mencakup semua dimensi
yang terkait dengan upaya mewujudkan kepastian hukum, kesehatan, keamanan,
dan kenyamanan bagi guru dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya.
1. Perlindungan
H
ukum
Semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali atau tindakan
semena-mena dari yang mungkin atau berpotensi menimpanya dari pihak-pihak
yang tidak bertanggungjawab. Perlindungan hukum dimaksud meliputi
perlindungan yang muncul akibat tindakan dari peserta didik, orang tua
peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain, berupa:
a. tindak kekerasan,
b. ancaman, baik fisik maupun psikologis
c. perlakuan diskriminatif,
d. intimidasi, dan
e. perlakuan tidak adil
2. Perlindungan
Profesi
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan
kerja (PHK) yangtidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan
terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru
dalam melaksanakan tugas. Secara rinci, subranah perlindungan profesi
dijelaskan berikut ini.
a. Penugasan guru pada satuan pendidikan harus sesuai dengan bidang
keahlian, minat, dan bakatnya.
b. Penetapan salah atau benarnya tindakan guru dalam menjalankan
tugas-tugas profesional dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat Dewan
Kehormatan Guru Indonesia.
c. Penempatan dan penugasan guru didasari atas perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
d. Pemberian sanksi pemutusan hubungan kerja bagi guru harus mengikuti
prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
e. Penyelenggara atau kepala satuan pendidikan formal wajib melindungi guru
dari praktik pembayaran imbalan yang tidak wajar.
f. Setiap guru memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan pandangan.
g. Setiap guru memiliki kebebasan untuk:
1) mengungkapkan ekspresi,
2) mengembangkan kreatifitas, dan
3) melakukan inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi dalam proses
pendidikan dan pembelajaran.
h. Setiap guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya dari
peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak
lain.
i. Setiap guru yang bertugas di daerah konflik harus terbebas dari berbagai
ancaman, tekanan, dan rasa tidak aman.
j. Kebebasan dalam memberikan penilaian kepada peserta didik, meliputi:
1) substansi,
2) prosedur
3) instrumen penilaian, dan
4) keputusan akhir dalam penilaian.
k. Ikut menentukan kelulusan peserta didik, meliputi:
1) penetapan taraf penguasaan kompetensi,
2) standar kelulusan mata pelajaran atau mata pelatihan, dan
3) menentukan kelulusan ujian keterampilan atau kecakapan khusus.
l. Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi atau asosiasi profesi,
meliputi:
1) mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan atas dasar keyakinan
akademik,
2) memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi atau asosiasi profesi
guru, dan,
3) bersikap kritis dan objektif terhadap organisasi profesi.
m. Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan formal,
meliputi:
1) akses terhadap sumber informasi kebijakan,
2) partisipasi dalam pengambilan kebijakan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan formal, dan
3) memberikan masukan dalam penentuan kebijakan pada tingkat yang lebih
tinggi atas dasar pengalaman terpetik dari lapangan.
3. Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap
resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu
kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain.
Beberapa hal krusial yang terkait dengan perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja, termasuk rasa aman bagi guru dalam bertugas, yaitu:
a. Hak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan
tugas harus mampu diwujudkan oleh pengelola satuan pendidikan formal,
pemerintah dan pemerintah daerah.
b. Rasa aman dalam melaksanakan tugas, meliputi jaminan dari ancaman psikis
dan fisik dari peserta didik, orang tua/wali peserta didik, atasan
langsung, teman sejawat, dan masyarakat luas.
c. Keselamatan dalam melaksanakan tugas, meliputi perlindungan terhadap:
1) resiko gangguan keamanan kerja,
2) resiko kecelakaan kerja,
3) resiko kebakaran pada waktu kerja,
4) resiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
5) resiko lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
mengenai ketenagakerjaan.
d. Terbebas dari tindakan resiko gangguan keamanan kerja dari peserta
didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
e. Pemberian asuransi dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang ditimbulkan
akibat:
1) kecelakaan kerja,
2) kebakaran pada waktu kerja,
3) bencana alam,
4) kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
5) resiko lain.
f. Terbebas dari multiancaman, termasuk ancaman terhadap kesehatan kerja,
akibat:
1) bahaya yang potensial,
2) kecelakaan akibat bahan kerja,
3) keluhan-keluhan sebagai dampak ancaman bahaya,
4) frekuensi penyakit yang muncul akibat kerja,
5) resiko atas alat kerja yang dipakai, dan
6) resiko yang muncul akibat lingkungan atau kondisi tempat kerja.
4. Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HaKI)
Pengakuan HaKI di Indonesia telah dilegitimasi oleh peraturan
perundang-undangan, antara lain: Undang-Undang Merk, Undang-Undang Paten,
dan Undang-Undang Hak Cipta. HaKI terdiri dari dua kategori yaitu: Hak
Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Kekayaan Industri meliputi Paten,
Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang
dan Varietas Tanaman. Bagi guru, perlindungan HaKI dapat mencakup:
- hak cipta atas penulisan buku,
- hak cipta atas makalah,
- hak cipta atas karangan ilmiah,
- hak cipta atas hasil penelitian,
- hak cipta atas hasil penciptaan,
- hak cipta atas hasil karya seni maupun penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta sejenisnya, dan;
- hak paten atas hasil karya teknologi
Seringkali karya-karya guru terabaikan, dimana karya mereka itu seakan-akan
menjadi seakan-akan makhluk tak bertuan, atau paling tidak terdapat potensi
untuk itu. Oleh karena itu, di masa depan pemahaman guru terhadap HaKI ini
harus dipertajam.
D.
Jenis-jenis Upaya Perlindungan Hukum bagi Guru
1. Konsultasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI, guru dapat
berkonsultasi kepada pihak-pihak yang kompeten. Konsultasi itu dapat
dilakukan kepada konsultan hukum, penegak hukum, atau pihak-pihak lain yang
dapat membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh guru tersebut.
Konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak
tertentu yang disebut dengan klien, dengan pihak lain yang merupakan
konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien untuk memenuhi
keperluan dan kebutuhan kliennya. Konsultan hanya bersifat memberikan
pendapat hukum, sebagaimana diminta oleh kliennya. Keputusan mengenai
penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak
meskipun adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk
merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para
pihak yang bersengketa tersebut. Misalnya, seorang guru berkonsultasi
dengan pengacara pada salah satu LKBH, penegak hukum, orang yang ahli,
penasehat hukum, dan sebagainya berkaitan dengan masalah pembayaran gaji
yang tidak layak, keterlambatan pembayaran gaji, pemutusan hubungan kerja
secara sepihak, dan lain-lain. Pihak-pihak yang dimintai pendapat oleh guru
ketika berkonsultasi tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan,
melainkan sebatas member pendapat atau saran, termasuk saran-saran atas
bentuk-bentuk penyelesaian sengketa atau perselisihan.
2. Mediasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam
hubungannya dengan pihak lain, seperti munculnya sengketa antara guru
dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pihak-pihak lain yang dimintai
bantuan oleh guru seharusnya dapat membantu memediasinya. Merujuk pada
Pasal 6 ayat 3 Undang Undang Nomor 39 tahun 1999, atas kesepakatan tertulis
para pihak, sengketa atau perbedaan pendapat antara guru dengan
penyelenggara satuan pendidikan dapat diselesaikan melalui bantuan “seorang
atau lebih penasehat ahli” maupun melalui seorang mediator. Kesepakatan
penyelesaian sengketa atau perbedaan pendapat secara tertulis adalah final
dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik.
Kesepakatan tertulis antara guru dengan penyelenggara satuan pendidikan
wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilakasanakan dalam
waktu lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. Mediator dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu: (1) mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para
pihak, dan mediator yang ditunjuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga
alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak.
3. Negosiasi dan Perdamaian
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam
hubungannya dengan pihak lain, seperti munculnya sengketa antara guru
dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, penyelenggara/satuan
pendidikan harus membuka peluang negosiasi kepada guru atau kelompok guru.
Menurut Pasal 6 ayat 2 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999, pada dasarnya
para pihak, dalam hal ini penyelenggara/satuan pendidikan dan guru, berhak
untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul di antara mereka.
Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya dituangkan dalam
bentuk tertulis yang disetujui para pihak. Negosiasi mirip dengan
perdamaian yang diatur dalam Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864 KUH
Perdata, dimana perdamaian itu adalah suatu persetujuan dengan mana kedua
belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang,
mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya
suatu perkara. Persetujuan harus dibuat secara tertulis dan tidak di bawah
ancaman.
Namun demikian, dalam hal ini ada beberapa hal yang membedakan antara
negosiasi dan perdamaian. Pada negosiasi diberikan tenggang waktu
penyelesaian paling lama 14 hari, dan penyelesaian sengketa tersebut harus
dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan diantara para pihak yang
bersengketa. Perbedaan lain adalah bahwa negosiasi merupakan salah satu
lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar
pengadilan, sedangkan Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan
PSDMPK-PMP 63 perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses persidangan
maupun setelah sidang peradilan dilaksanakan. Pelaksanaan perdamaian bisa
di dalam atau di luar pengadilan.
4. Konsiliasi dan perdamaian
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam
hubungannya dengan pihak lain, seperti munculnya sengketa antara guru
dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, penyelenggara/satuan
pendidikan harus membuka peluang konsiliasi atau perdamaian. Seperti
pranata alternatif penyelesaian sengketa yang telah diuraikan di atas,
konsiliasi pun tidak dirumuskan secara jelas dalam Undang Undang Nomor 30
tahun 1999.
Konsiliasi atau perdamaian merupakan suatu bentuk alternatif penyelesaian
sengketa di luar pengadilan atau suatu tindakan atau proses untuk mencapai
perdamaian di luar pengadilan. Untuk mencegah dilaksanakan proses litigasi,
dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berjalan, baik di dalam maupun
di luar pengadilan, konsiliasi atau perdamaian tetap dapat dilakukan,
dengan pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh
suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
5. Advokasi Litigasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam
hubungannya dengan pihak lain, misalnya ketika terjadi sengketa antara guru
dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pelbagai pihak yang dimintai
bantuan atau pembelaan oleh guru seharusnya dapat memberikan advokasi
litigasi. Banyak guru masih menganggap bahwa advokasi litigasi merupakan
pekerjaan pembelaan hukum (litigasi) yang dilakukan oleh pengacara dan
hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan praktik beracara di
pengadilan. Pandangan ini kemudian melahirkan pengertian yang sempit
terhadap apa yang disebut sebagai advokasi. Seolah-olah, advokasi litigasi
merupakan urusan sekaligus monopoli dari organisasi yang berkaitan dengan
ilmu dan praktik hukum semata. Pandangan semacam itu tidak selamanya
keliru, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Mungkin pengertian advokasi
menjadi sempit karena pengaruh yang cukup kuat dari padanan kata advokasi
itu dalam bahasa Belanda, yakni advocaat yang tak lain berarti
pengacara hukum atau pembela. Namun kalau kita mau mengacu pada kata advocate dalam pengertian bahasa Inggris, maka pengertian advokasi
akan menjadi lebih luas. Advocate bisa berarti menganjurkan,
memajukan (to promote), menyokong atau memelopori. Dengan kata
lain, advokasi juga bisa diartikan melakukan ‘perubahan’ secara
terorganisir dan sistematis.
6. Advokasi Nonlitigasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam
hubungannya dengan pihak lain, misalnya ketika terjadi sengketa antara guru
dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pelbagai pihak yang dimintai
bantuan atau pembelaan oleh guru seharusnya dapat memberikan advokasi
nonlitigasi. Dengan demikian, disamping melalui litigasi, juga dikenal
alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang lazim disebut
nonlitigasi. Alternatif penyelesaian sengketa nonlitigasi adalah suatu
pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara
mengenyampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Dewasa
ini cara penyelesaian sengketa melalui peradilan mendapat kritik yang cukup
tajam, baik dari praktisi maupun teoritisi hukum. Peran dan fungsi
peradilan, dianggap mengalami beban yang terlampau padat (overloaded), lamban dan buang waktu (waste of time),
biaya mahal (very expensive) dan kurang tanggap (unresponsive) terhadap kepentingan umum, atau dianggap terlalu
formalistis (formalistic) dan terlampau teknis (technically). Dalam Pasal (1) angka (10) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999, disebutkan bahwa masyarakat dimungkinkan memakai alternatif
lain dalam melakukan penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut dapat
dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau
penilaian ahli.
E. Asas Pelaksanaan
Pelaksanaan perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan K3, dan
perlindungan HaKI bagi guru dilakukan dengan menggunakan asas-asas sebagai
berikut:
1. Asas unitaristik atau impersonal, yaitu tidak membedakan jenis, agama,
latar budaya, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi guru.
2. Asas aktif, di mana inisiatif melakukan upaya perlindungan dapat berasal
dari guru atau lembaga mitra, atau keduanya.
3. Asas manfaat, di mana pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru memiliki
manfaat bagi peningkatan profesionalisme, harkat, martabat, dan
kesejahteraan mereka, serta sumbangsihnya bagi kemajuan pendidikan formal.
4. Asas nirlaba, di mana upaya bantuan dan perlindungan hukum bagi guru
dilakukan dengan menghindari kaidah-kaidah komersialisasi dari lembaga
mitra atau pihak lain yang peduli.
5. Asas demokrasi, di mana upaya perlindungan hukum dan pemecahan masalah
yang dihadapi oleh guru dilakukan dengan pendekatan yang demokratis atau
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
6. Asas langsung, di mana pelaksanaan perlindungan hukum dan pemecahan
masalah yang dihadapi oleh guru terfokus pada pokok persoalan.
7. Asas multipendekatan, di mana upaya perlindungan hukum bagi guru dapat
dilakukan dengan pendekatan formal, informal, litigasi, nonlitigasi, dan
lain-lain.
F. Penghargaan dan Kesejahteraan
Sebagai tenaga profesional, guru memiliki hak yang sama untuk mendapatkan
penghargaan dan kesejahteraan. Penghargaan diberikan kepada guru yang
berprestasi, berprestasi luar biasa, berdedikasi luar biasa, dan/atau
bertugas di daerah khusus. Penghargaan kepada guru dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan,
desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan/atau
internasional. Penghargaan itu beragam jenisnya, seperti satyalancana,
tanda jasa, bintang jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam,
jabatan fungsional, jabatan struktural, bintang jasa pendidikan, dan/atau
bentuk penghargaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada sisi lain, peraturan perundang-undangan mengamanatkan bahwa pemerintah
kabupaten wajib menyediakan biaya pemakaman dan/atau biaya perjalanan untuk
pemakaman guru yang gugur di daerah khusus. Guru yang gugur dalam
melaksanakan pendidikan dan pembelajaran di daerah khusus, putera dan/atau
puterinya berhak mendapatkan beasiswa sampai ke perguruan tinggi dari
Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Kesejahteraan guru menjadi perhatian khusus pemeritah, baik berupa gaji
maupun penghasilan lainnya. Guru memiliki hak atas gaji dan penghasilan
lainya. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atas pekerjaannya dari
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial
secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di luar gaji
pokok, guru pun berhak atas tunjangan yang melekat pada gaji.
Gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang diangkat
oleh pemerintah dan pemerintah daerah diberikan oleh pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan peraturan penggajian yang berlaku. Gaji
pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberikan
berdasarkan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama.
Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru dalam bentuk finansial
sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesian yang ditetapkan dengan
prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru
sebagai pendidik profesional.
Ringkasnya, guru yang memenuhi persyaratan sebagaimana diamanatkan dalam UU
No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, serta peraturan lain yang
menjadi ikutannya, memiliki hak atas aneka tunjangan dan kesejahteraan
lainnya. Tunjangan dan kesejahteraan dimaksud mencakup tunjangan profesi,
tunjangan khusus, tunjangan fungsional, subsidi tunjangan fungsional, dan
maslahat tambahan. Khusus berkaitan dengan jenis-jenis penghargaan dan
kesejahteraan guru disajikan berikut ini.
1. Penghargaan Guru Berprestasi
Pemberian penghargaan kepada guru berprestasi dilakukan melalui proses
pemilihan yang ketat secara berjenjang, mulai dari tingkat satuan
pendidikan, kecamatan dan/atau kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional.
Pemilihan guru berprestasi dimaksudkan antara lain untuk mendorong
motivasi, dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru, yang diharapkan
akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya. Prestasi kerja
tersebut akan terlihat dari kualitas lulusan satuan pendidikan sebagai SDM
yang berkualitas, produktif, dan kompetitif.
Pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk memberdayakan
guru, terutama bagi mereka yang berprestasi. Seperti disebutkan di atas,
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa ”Guru yang berprestasi,
berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak
memperoleh penghargaan”.
Secara historis pemilihan guru berprestasi adalah pengembangan dari
pemberian predikat keteladanan kepada guru melalui pemilihan guru teladan
yang berlangsung sejak tahun 1972 hingga tahun 1997. Selama kurun 1998 -
2001, pemilihan guru teladan dilaksanakan.
Komentar
Posting Komentar